1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

50 Tahun Angkatan Bersenjata Jerman 'Bundeswehr'

27 Oktober 2005

Tahun ini tentara Jerman 'Bundeswehr' merayakan hari jadi yang ke-50. Sepanjang tahun berbagai acara khusus mengangkat tema berdirinya tentara Jerman Barat setelah Perang Dunia Kedua.

https://p.dw.com/p/CJgE
Peringatan 50 Tahun Bundeswehr di Berlin
Peringatan 50 Tahun Bundeswehr di BerlinFoto: AP

Tahun 1955, tepat sepuluh tahun setelah Perang Dunia kedua berakhir, tentara Jerman Bundeswehr dibentuk. Saat itu, Kanselir Konrad Adenauer ingin melancarkan integrasi Republik Federal Jerman sebagai bagian dunia barat dengan pembentukan angkatan bersenjata Jerman.

Konrad Adenauer: “Serdadu angkatan bersenjata baru! Saya sangat gembira dapat berbicara di depan Anda hari ini. Anda adalah perwujudan nyata keinginan rakyat Jerman untuk turut ambil bagian dalam melindungi masyarakat yang berdaulat. Dan mulai saat ini, Jerman adalah bagian masyarakat itu dengan hak dan kewajiban yang setara dengan anggota lainnya.“

Konsep Baru

Sikap aliansi sekutu terhadap militer Jerman berubah dengan cepat dalam perang dingin, karena Jerman terletak pada titik temu kedua blok. Agar tentara Jerman tidak menjadi kekuatan otonom di dalam negara seperti 'Wehrmacht' pada zaman Hitler, konstitusi baru Jerman mengatur pengawasan Bundeswehr oleh parlemen serta integrasinya ke dalam badan NATO.

Di tahun-tahun pertama Bundeswehr, diberlakukan konsep baru yang dimaksudkan untuk menghindari disiplin buta dan penyiksaan brutal para serdadu. Penerapan konsep ini tidak langsung berhasil. Tahun 1957, saat wajib militer mulai diberlakukan, 15 rekrut mati tenggelam karena mereka mengikuti perintah menyeberangi sungai yang tidak diamankan.

Senjata Nuklir Jerman

Hal lain yang menjadi bahan perdebatan adalah masalah persenjataan. Dalam perang dingin, baik negara blok timur maupun blok barat berlomba-lomba menambah dan mengembangkan persenjataan nuklir mereka. Namun, pemerintah Adenauer terikat perjanjian yang melarang Jerman untuk memproduksi maupun membeli senjata nuklir. Sebagai jalan tengah diputuskan untuk memperlengkapi pesawat tempur Bundeswehr dengan sistem pengangkut roket, sementara Amerika Serikat menyuplai hulu ledak nuklirnya. Keputusan ini tidak hanya ditentang rakyat Jerman, tetapi juga oleh sebagian perwira Bundeswehr. Sosiolog Martin Kutz menjelaskan, perdebatan soal persenjataan nuklir Bundeswehr terus berlanjut hingga tahun 80an.

Martin Kutz: “Dalam perdebatan soal senjata nuklir, tentara Jerman terbagi menjadi dua kubu. Waktu itu, lebih dari separuh perwira tinggi Bundeswehr tidak setuju dengan keputusan pemerintah Jerman untuk menambah persediaan senjata atom. Kubu yang kontra memang pada akhirnya harus mengalah, tapi memang tampak jelas, saat itu, Bundeswehr masih lebih pluralistis daripada sekarang.“

Politik Pertahanan dan Keamanan

Setelah tembok Berlin runtuh, Tentara Rakyat Jerman Timur, NVA, dibubarkan dan sebagian serdadunya diintegrasikan ke dalam Bundeswehr. Tak lama setelah penggabungan tersebut, proses reformasi struktur Bundeswehr dimulai. Dengan hilangnya “ancaman dari timur“, Bundeswehr memerlukan konsep politik pertahanan dan keamanan yang baru.

Dalam konstitusi Jerman tercantum, bahwa tugas utama Bundeswehr adalah mengamankan negara dari serangan luar, sehingga tentara Jerman hanya boleh bertugas di dalam negeri. Karena itu, awalnya keikutsertaan Bundeswehr dalam misi perdamaian yang dimandatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi bahan perdebatan. Tahun 1994, Mahkamah Konstitusi Jerman memutuskan, bahwa pengiriman pasukan ke luar negeri tidak bertentangan dengan UUD Jerman. Sejak saat itu, Bundeswehr terlibat dalam berbagai misi perdamaian dan penempatan pasukan di kawasan konflik seperti di Kosovo dan Afghanistan. Di masa krisis, sampai 10.000 tentara Jerman, pria dan wanita, bertugas di luar negeri.