Agenda Perdamaian Trump Tamparan Bagi Palestina
28 Januari 2020Presiden AS Donald Trump saat ini sedang menghadapi proses impeachment, yang makin lama makin menyudutkannya. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sedang menghadapi gugatan korupsi di negaranya, dan sedang berkampanye menghadapi pemilu parlemen bulan Maret mendatang.
Kedua tokoh yang sedang menghadapi masalah politik besar di dalam negeri ini, sekarang ingin memperkenalkan agenda perdamaian Israel-Palestina, tanpa berbicara dengan pihak Palestina. Bagi kedua politisi yang siap bertarung dalam pemilu depan, ini selingan menarik untuk mengalihkan isu-isu di dalam negeri yang sangat merugikan.
Proposal perdamaian yang dipuji kedua politisi sebagai langkah yang akan "membuat sejarah" itu tentu saja akan sangat menguntungkan Israel.
"Kalau berhasil, tentu hebat, kalau tidak, kita bisa hidup dengan itu," kata Trump hari Senin (28/01) ketika menerima kedatangan Netanyahu di gedung Putih.
Mengukuhkan aneksasi Israel di Tepi Barat
Elemen kunci dari proposal Trump adalah pengakuan Amerika Serikat atas aneksasi Israel di Tepi Barat. Israel menduduki kawasan Tepi Barat dalam perang Timur Tengah tahun 1967, dengan Lembah Yordan yang dianggap sebagai aset keamanan yang vital.
Menjelang pemilihan Israel 2 Maret mendatang, Benjamin Netanyahu dalam kampanye berjanji akan membangun lebih banyak pemukiman baru di Tepi Barat dan memaksakan kedaulatan Israel di daerah-daerah pemukiman Yahudi.
Media Israel memberitakan, pengakuan AS atas aneksasi Israel kemungkinan besar akan membantu Netanyahu memenangkan pemilu. Karena bagi kalangan konservatif, Netanyahu berhasil membuktikan bahwa dia mampu memenangkan dukungan AS bagi politik pemukiman.
Posisi Netanyahu di Israel saat ini memang tidak terlalu kuat. Setelah dua kali pemilu, dia tidak berhasil mebentuk pemerintahan koalisi, karena mitra-mitra koalisinya mundur. Itu sebabnya sekarang harus dilangsungkan pemilu untuk ketiga kali dalam selang waktu kurang dari setahun. Apalagi saat ini dia sedang menghadapi gugatan korupsi di pengadilan Israel.
Bantuan Presiden AS Donald Trump untuk meningkatkan popularitas Netanyanhu memang sangat dibutuhkan. Banyak media berspekulasi, apa yang disebut "agenda perdamaian Israel-Palestina" yang diajukan kedua politisi saat ini memang lebih dimaksudkan sebagai dukungan untuk memenangkan Netanyahu dalam pemilu Israel.
Harapan Palestina makin sirna
Bagi Palestina, harapan untuk membentuk sebuah negara merdeka jadi makin jauh. Karena wilayah utama yang akan menjadi teritorial negaranya kini makin terpecah-pecah dan makin sempit, jika Israel terus membangun wilayah pemukiman ilegal dan mempertahankannya dengan kekuatan militer.
Proposal yang diajukan Palestina adalah wilayah Tepi Barat sebagai wilayah negara dan dan kawasan Yerusalem Timur sebagai ibukota. Sebagian besar komunitas internasional mendukung posisi Palestina, yang sudah dikukuhkan lewat beberapa resolusi PBB.
Namun di bawah Presiden Donald Trump, kebijakan pemerintah AS menjadi sangat pro Israel. Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan Kedutaan Besar Amerika ke sana. Dia juga menutup kantor diplomatik Palestina di Washington dan memotong dana untuk program bantuan Palestina.
Penggagas kebijakan-kebijakan Timur Tengah Trump adalah anak mantunya, Jared Kushner, suami Ivanka Trump. Selama tiga tahun Jared Kushner merancang kebijakan-kebijakan kontroversial untuk mengukuhkan pendudukan Israel di Tepi Barat, dan pada saat yang sama mengajak negara-negara Arab yang dekat dengan AS untuk mendukung langkah itu.
Palestina menyebut Donald Trump terlalu bias dan hanya mendukung Israel. Mereka menyerukan pada negara-negara Arab untuk menolak proposal perdamaian dari Gedung Putih.
Pengumuman agenda perdamaian Israel-Palestina yang digagas Trump dan Netanyahu mungkin berhasil mendiorong popularitas mereka di dalam negeri, namun dikhawatirkan bisa juga memicu aksi protes baru di Tepi Barat.
hp/vlz (ap, afp, rtr)