Akuisisi TikTok oleh Perusahaan AS Terancam Batal?
22 September 2020Perusahaan teknologi asal Cina, ByteDance, dilaporkan telah mencapai kesepakatan untuk menjual aplikasi berbagi video populer TikTok kepada Oracle dan Walmart. Nantinya TikTok akan berganti nama menjadi TikTok Global.
Agar kesepakatan bisa diselesaikan, perlu persetujuan dari kedua belah pihak yakni AS dan pemerintah Cina. Namun, sepertinya hal itu disebut-sebut mengalami kendala karena pemerintah Cina tidak merestui akuisisi tersebut.
Surat kabar Partai Komunis Cina, Global Times, melaporkan pemerintah keberatan dengan persyaratan akuisisi yang mengharuskan empat dari lima dewan TikTok Global diduduki orang Amerika dan menyisakan satu kursi untuk orang Cina. AS juga memasukkan jabatan “Direktur Keamanan Nasional.”
Hal ini sebelumnya ditegaskan Presiden AS Donald Trump pada Senin (21/09), bahwa ia tidak ingin ada orang Cina yang memegang kendali di TikTok nantinya.
Selain itu pemerintah Cina juga keberatan karena ByteDance diwajibkan untuk berbagi data manajemen Douyin - aplikasi TikTok khusus di Cina - kepada Oracle.
“Selama TikTok dan Douyin memilki sumber kode yang sama, ini berarti AS dapat mengetahui sistem operasi Douyin,” kata surat kabar tersebut.
"Jika reorganisasi TikTok di bawah manipulasi AS menjadi percontohan, artinya sekali ada perusahaan Cina yang sukses memperluas bisnisnya ke AS dan menjadi kompetitif, perusahaan tersebut akan jadi target AS dan diambil alih oleh perusahaan AS melalui tipu daya dan paksaan, yang akhirnya hanya berfungsi untuk kepentingan AS.“
Sejauh ini kedua belah pihak, baik ByteDance maupun Oracle, kerap memberi pernyataan publik yang berbeda soal akuisisi ini.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa dia akan melarang aplikasi TikTok di AS mulai pertengahan September, dengan alasan kekhawatiran atas data pribadi penggunanya di AS yang berpotensi diakses oleh pemerintah Cina.
Hapus video-video yang melanggar pedoman
Sementara itu pada Selasa (22/09), TikTok mengatakan berhasil menghapus lebih dari 104 juta video dari platformnya secara global pada paruh pertama tahun ini. Video-video tersebut dihapus karena kedapatan melanggar pedoman atau persyaratan layanan.
"Dari video-video tersebut, kami menemukan dan menghapus 96,4% video sebelum pengguna melaporkannya, dan 90,3% telah dihapus sebelum video-video tersebut sempat ditonton," kata TikTok dalam laporannya yang berjudul TikTok Transparency Report.
TikTok memulai program pengecekan fakta di paruh pertama tahun untuk memverifikasi konten yang terkait dengan virus corona dan pemilu.
Laporan ini dipublikasikan pada saat ByteDance tengah berjuang agar platformnya di AS tidak diblokir.
rap/hp (AFP, Reuters)