Ancaman Bahaya Sampah Luar Angkasa
25 Maret 2009Era penjelajahan ruang angkasa sudah berumur lebih dari 50 tahun. Konsekuensi logisnya, jumlah sampah benda langit di atmosfir Bumi juga terus bertambah. Berapa banyak sampah luar angkasa ini yang mengorbit atmosfir Bumi tidak diketahui pasti. Taksirannya hingga sekitar 18.000 pecahan benda langit buatan manusia dengan diameter beragam, menjadi sampah di luar angkasa. Akibat penuh sampah, peristiwa kecelakaan benda langit menabrak satelit bukan lagi hal yang luar biasa.
Bahkan pada tanggal 12 maret lalu Stasiun Ruang Angkasa Internasional-ISS nyaris ditabrak sebuah pecahan benda langit yang diameternya hanya 0,8 sentimeter tapi memiliki kecepatan 30.000 km per jam. Menimbang ancaman bahayanya, para astronot yang berada di ISS terpaksa berlindung di kapsul Soyuz, yang dapat segera melakukan manuver melepaskan diri dari ISS jika terjadi bahaya. Menyikapi makin banyaknya sampah di atmosfir Bumi itu, upaya yang kini dilakukan lembaga antariksa berbagai negara dibagi tiga kategori besar, mencegah, mengawasi dan memusnahkannya.
Pemeo lama masih tetap berlaku, mencegah lebih baik daripada mengobati. Mencegah jangan sampai diproduksi terlalu banyak sampah di luar angkasa, lebih baik dan lebih murah ketimbang membersihkannya. Carsten Wiedemann dari Institut untuk Sistem Penerbangan dan Luar Angkasa di Universitas Teknik Braunschweig melontarkan prakiraan suram, jika program peluncuran benda langit ke atmosfir Bumi tetap dilakukan seperti saat ini. Dalam arti meluncurkan dan membiarkan sampah-sampah berukuran kecil berkeliaran di atmofir dekat Bumi. Di masa depan, tidak mungkin lagi meluncurkan wahana ruang angkasa ke kawasan orbiter dekat Bumi itu.
Juga ancaman bahaya tumbukan benda langit yang jatuh ke Bumi semakin besar. Wiedemann menjelaskan lebih lanjut : “Bagi kawasan orbit dekat Bumi, dimana konsentrasi sampah luar angkasa amat padat, dan juga kemungkinan tabrakan sangat tinggi, kami menyarankan agar dilakukan upaya pencegahan. Pencegahan ledakan yang tidak diinginkan, dapat dilakukan dengan cara pasif. Dalam arti, potensi sumber letusan, seperti sisa bahan bakar atau baterai, dibuang dan dikosongkan muatan listriknya. Dengan begitu, tidak ada lagi sumber energi yang tersisa setelah berakhirnya aktivitas satelit.“
Ledakan tidak diinginkan pada roket peluncur yang tertinggal di luar angkasa, merupakan kasus paling banyak yang memproduksi sampah berukuran kecil dalam jumlah cukup banyak di luar angkasa. Sampah lainnya adalah sisa bahan bakar padat, limbah cair yang membeku serta pecahan satelit. Seberapa besar volume sampah di luar angkasa itu, tidak ada yang tahu persis. Sebab perangkat radar di Bumi hanya bisa mendeteksi sampah benda langit yang ukurannya minimal sebesar bola sepak.
Mark Matney dari program untuk pembersihan sampah luar angkasa dari lembaga antariksa AS-NASA mengatakan, kita meluncurkan lebih banyak benda ke luar angkasa, ketimbang membersihkannya lagi. Bahkan setelah tabrakan antara sebuah satelit Iridium dengan satelit Cosmos milik Rusia bulan Februari lalu, situasinya semakin memburuk. Matney menjelaskan : “Apa yang kami lakukan, adalah mengumpulkan data volume puing-puing dari tabrakan itu. Bulan Maret ini kami akan menarik kesimpulan mengenai apa risikonya serta kemungkinan mitigasinya. Keputusan akhir akan kami buat bulan April.“
Memang pecahan puing-puing akibat tabrakan dua satelit itu berada di kawasan orbit yang jauh lebih tinggi dari stasiun ruang angkasa internasional-ISS dan jalur penerbangan wahana ulang alik AS. Akan tetapi dalam misi penerbangan berikutnya, wahana ulang alik “Atlantis“ akan memasuki kawasan orbit tsb untuk perbaikan teleskop ruang angkasa Hubble. Artinya ancaman bahaya bagi Atlantis untuk tertabrak puing satelit juga bertambah besar.
Bahaya apa yang mengancam, kembali Mark Matney: “Jika kita dengar berita meledaknya sebuah satelit, selalu dibicarakan pecahan yang berdiameter lebih dari 10 sentimeter, karena minimal puing sebesar itulah yang dapat dilacak jaringan pengawasan ruang angkasa dari kementrian pertahanan AS. Dan dengan itu juga dapat diramalkan arah gerakannya. Akan tetapi masalahnya, terdapat banyak pecahan yang diameternya lebih kecil. Kami menyadari, obyek sepanjang satu sentimeter saja, dapat menyebabkan kerusakan besar pada wahana ruang angkasa.“
Untuk membersihkan kawasan orbit satelit dekat Bumi, gabungan perusahaan Kayser-Threde dari Jerman, Sener dari Spanyol dan korporasi angkasa luar Swedia bersama-sama mengembangkan robot pintar penyapu sampah luar angkasa yang diberi nama SMART-OLEV. Saat ini pelanggan kakapnya juga sudah diperoleh, yakni perusahaan telekomunikasi raksasa Eropa-Eutelsat. Dalam waktu dua tahun mendatang, robot pintar pengumpul sampah SMART-OLEV akan diluncurkan ke ruang angkasa. Tugasnya adalah mengambil alih kendali dan navigasi sebuah satelit milik Eutelsat yang melenceng dari jalur orbitnya di atas Bumi. Robot akan menghidupkan motor pendorong satelit, untuk menempatkannya di posisi orbit baru sekitar 30 kilometer lebih tinggi, dan dengan begitu memperpanjang masa operasi satelit. Artinya, terciptanya sampah baru di luar angkasa juga dapat dicegah.
Robot pintar tidak berawak itu, juga bisa sampai lima kali melakukan tugasnya, bergabung dan melepaskan diri lagi dari sebuat obyek. Dengan begitu setelah selesai bertugas di sebuah satelit, robotnya bisa diarahkan ke satelit lainnya yang harus ditangani. Tentu saja jika persyaratan keselamatannya terjamin. Sebab sebuah pecahan benda langit bergerak dengan kecepatan rata-rata tujuh kilometer per detik, atau beberapa kali lebih cepat dari kecepatan peluru yang ditembakkan dari larasnya.
Juga pusat penerbangan dan antariksa Jerman-DLR saat ini sedang melakukan ujicoba robot serupa dengan Smart OLEV yang diberi nama DEOS. Robot penangkap satelit ini dirancang beroperasi di kawasan orbiter dekat Bumi. Prinsipnya juga sama, yakni robot DEOS menangkap satelit yang akan diaktivkan kembali atau dipindahkan ke kawasan orbiter yang lebih tinggi. Ujicoba di laboratorium DLR di München menunjukkan, metode yang dikembangkan di Jerman cukup handal untuk menanggulangi sampah benda langit berukuran cukup besar.
Namun Carsten Wiedeman dari institut penerbangan dan antariksa Universitas Braunschweig menegaskan, pembersihan sampah di luar angkasa adalah kerja keras yang tidak akan tuntas dalam waktu dekat. Weidemann mengungkapkan lebih lanjut : “Hal ini tentu saja masalah besar, karena itu dari sekarang kita harus menjelaskan kepada para politisi dan industri, bahwa pencegahannya harus segera dimulai. Tidak dapat dihindarkan, satu hari nanti kita harus mengerjakan hal tsb. Sebab bisa saja dalam dekade atau abad mendatang, sampah luar angkasa di orbit dekat Bumi memicu reaksi berantai, yang merusak satelit yang sudah tidak berfungsi maupun yang masih aktif. Ledakan yang dipicu reaksi ini, memproduksi sampah luar angkasa lebih banyak lagi dan memicu efek seperti longsoran salju.“
Para ilmuwan AS juga sudah meramalkan, juga jika sekarang ini tidak diluncurkan lagi obyek ke kawasan orbiter dekat Bumi, akibat ledakan satelit yang sudah tidak aktif, jumlah partikel sampah di kawasan tsb dalam 200 tahun mendatang akan meningkat tiga kali lipat. Artinya ancaman terjadinya reaksi berantai yang merusak satelit aktif akan meningkat secara drastis pula.