Caleg Gagal Alami Depresi dan Terbelit Utang
24 April 2019Calon legislatif Partai Gerindra, Yayat Abdurrahman, sangat yakin akan mampu memenangkan kursi di DPRD Kabupaten Cirebon pada pemilu silam. Tapi apa daya, mimpinya memudar dengan cepat seiring hasil penghitungan suara yang memperjelas kekalahannya. "Dari awal saya optimis," kata dia.
"Saya memperkirakan akan menang dan mendapat suara terbanyak. Tapi sekarang saya bimbang," imbuh Yayat. Agar bisa berdamai dengan realita, dia berkonsultasi dengan Pimpinan Padepokan Anti-Galau Al-Busthomi, di mana dia menjalani ritual rukiah, antara lain dengan mandi kembang, demikian dilaporkan iNews.
Yayat yang menangguk kekecewaan dalam pesta demokrasi terbesar ketiga di dunia itu, tidak sendirian. Lebih dari 200.000 kandidat legislatif yang bersaing pada pileg silam akan pulang dengan tangan kosong. Sebagian kehilangan pekerjaan dan bahkan menyisakan utang dalam jumlah besar.
Banyak calon legislatif gagal stres berat
"Mereka stress dan tidak bisa tidur," kata Ujang Busthomi, Pimpinan Padepokan Anti-Galau Al-Busthomi di Desa Sinarancang, Cirebon. Yayat bukan satu-satunya caleg yang menyambangi Padepokan al-Busthomi usai kalah pada pemilu legislatif. Ada setengah lusin caleg gagal lain yang ikut melakoni terapi meredam galau pasca pemilu ala Ujang Busthomi.
"Mereka kehabisan uang dan tidak tahu bagaimana membayar utang-utangnya," imbuh dedengkot GP Ansor di Cirebon itu.
Sejumlah rumah sakit juga ikut mempersiapkan diri untuk menampung gelombang pasien pascapemilu yang membutuhkan terapi untuk melawan stress, depresi atau gangguan kejiwaan lainnya. Salah satunya adalah Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi di Makassar yang sudah menyiapkan kamar khusus.
"Pada pemilu legislatif silam ada beberapa caleg yang dibawa ke rumah sakit karena gangguan psikologis atau depresi setelah tahu gagal menang," kata Direktur RSKD Dadi, Arman Bausat. "Setiap kali ada pemilihan legislatif, sejumlah caleg masuk rumah sakit."
Dampak sistem numpang nama
Salah satu penyebabnya adalah sistem kepartaian yang membebaskan calon legislatif untuk menumpang nama tanpa menerima dana bantuan kampanye. Sebab itu mereka harus mencari sumber dana pribadi yang tidak jarang berupa utang. Pemenang pun bukan bebas dari tekanan. Mereka acap dipaksa untuk ngebut mengisi kembali pundi-pundi yang kosong, dengan menghalalkan segala cara selama masa jabatannya.
Rasmi Sikati memahami betul pahitnya kekalahan. Perempuan 38 tahun itu membatalkan pencalonannya tahun ini, setelah menarik neraca jumlah waktu, energi dan uang yang dia habiskan selama pemilihan DPRD 2014 silam, yang berakhir gagal.
"Jumlah uang yang saya keluarkan tidak kecil. Jumlahnya jutaan Rupiah," kata Sikati, sebuah nama samaran. "Tapi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan hancurnya rasa percaya diri saya. Saya malu dan sakit. Ada beban psikologis yang besar."
Salah seorang yang berpotensi kalah adalah Prabowo Subianto yang masih bersikukuh memenangkan pemilu berdasarkan data internal yang metode penghitungannya masih dirahasiakan. Capres nomor urut 02 itu juga menuding Komisi Pemilihan Umum melakukan kecurangan "secara masif, terstruktur, sistematis dan brutal," seperti yang tampil di akun Twitter pribadi Koordinator Jurubicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak.
Tauladan bisa dipetik dari Akhmad Batara Parenta, yang maju lewat bendera Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dan dipastikan gagal meraih kursi, setelah penghitungan suara sementara. "Saya masih optimis karena belum semua suara dihitung," katanya sembari memberikan saran buat para pecundang, "mereka harus tetap tenang karena kalaupun kalah, semua baik-baik saja kok."
rzn/as (dari berbagai sumber)