1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apa Pencapaian Parlemen Eropa Sejak 2019?

9 Mei 2024

Jelang pemilu legislatif Eropa pada 6-9 Juni mendatang, DW mengupas pencapaian yang sudah dibukukan Parlemen Eropa di Strassbourg dan di mana parlemen justru memperkeruh kebuntuan.

https://p.dw.com/p/4fd8M
Poster kampanye pemilu Eropa di Prancis
Poster kampanye pemilu Eropa di PrancisFoto: Hans Lucas/AFP/Getty Images

Pekan ini, koridor utama di gedung Parlemen Eropa dipenuhi derap kaki para politisi yang lalu lalang menghadiri berbagai sesi pencoblosan, untuk merampungkan daftar legislasi di penghujung masa bakti.

Sementara di ruang pers, jurnalis berebut tempat demi kesempatan terakhir mewawancarai politisi sebelum dimulainya masa kampanye jelang pemilihan legislatif Juni mendatang.

Parlemen Eropa periode 2019-2024 tercatat meniti ragam krisis besar, antara lain keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit, pandemi Covid-19 dan invasi Rusia di Ukraina.

Lantas apa pencapaian legislatif periode silam dan di mana kebuntuan justru bersarang? Berikut analisis DW.

Komitmen perlindungan iklim

Pemilu 2019 menjaring jumlah terbesar kader partai-partai berhaluan lingkungan dan pro-iklim di Eropa. Pesta demokrasi di Strassbourg diikuti aksi mogok iklim „Gelombang Hijau” pada bulan September dan pengumuman Komisi Eropa pada Desember untuk memangkas emisi hingga 55 persen hingga tahun 2030.

Sejak itu, Parlemen Eropa sibuk menyiapkan kerangka hukum untuk mendorong penghematan emisi. Ia mencakup rencana larangan kendaraan berbahan bakar fosil dalam satu dekade ke depan dan pajak impor bagi produk padat emisi.

"Parlemen Eropa terbukti berpengalaman menyusun undang-undang yang berkaitan dengan kebijakan lingkungan hidup,” kata Peggy Corlin, kepala wadah pemikir Robert Schuman Foundation di Brussels, Belgia.

Namun jajak pendapat teranyar justru menunjukkan perubahan tren dan keberpihakan yang besar pada ekonomi. Eskalasi memuncak pada aksi protes para petani yang berhasil memaksa UE melonggarkan sejumlah aturan lingkungan dan pembatasan emisi. 

Puncaknya pada bulan Februari lalu, ketika aliansi partai-partai kanan-tengah sukses melobi UE memperlemah kewajiban restorasi lahan dengan alasan ketahanan pangan. Kedua langkah itu dikecam pegiat iklim karena dianggap melanggar komitmen lama.

UU migrasi akhiri polemik satu dekade

Isu migrasi dan pencari suaka merupakan salah satu topik paling kontroversial di Eropa. Maka banyak yang menyambut sebagai kesuksesan ketika Parlemen Eropa akhirnya meloloskan amandemen UU Keimigrasian awal Mei kemarin, setelah perundingan selama hampir satu dekade.

Di bawah aturan baru, UE sepakat mempercepat proses suaka dan mempermudah langkah deportasi. "Dari perspektif legislatif dan mempertimbangkan hasil yang telah kita lihat sekarang, UU ini dapat dianggap sukses,” kata Helena Hahn, pakar migrasi di Pusat Kebijakan Eropa.

Namun Hahn juga mengingatkan betapa UU tersebut juga banyak dikritik kelompok hak asasi manusia.

"Alasan mengapa Parlemen Eropa pada akhirnya mendapat lampu hijau adalah perhitungan sederhana bahwa lebih baik ada UU daripada tidak. Tidak meloloskan reformasi kemungkinan besar akan menyebabkan pukulan dalam pemilu, dan partai-partai berhaluan tengah dan kiri-tengah tidak akan mau menanggung konsekuensinya,” kata dia.

Spionase di rumah demokrasi?

Namun begitu, parlemen juga didera serangkaian skandal yang melibatkan upaya campur tangan negara-negara non-Uni Eropa. Pada tahun 2022, Belgia membuka penyelidikan terhadap dugaan skandal dugaan penyuapan yang dijuluki "Qatargate,” meskipun dibantah oleh penguasa di Doha.

Bulan ini, bertubi-tubi muncul laporan dugaan operasi propaganda Rusia di Parlemen Eropa, setelah sebelumnya seorang staf ditangkap karena dicurigai menjadi mata-mata Cina.

„Saya ingin tahu apa langkah lanjutannya?" kata anggota parlemen Jerman berhaluan kiri-tengah, Gabriele Bischoff, kepada DW. "Sangat penting bagi kita untuk membuat demokrasi kita lebih tangguh terhadap campur tangan asing.”

Selama setahun terakhir, parlemen di Strassbourg berupaya untuk memperkuat perlindungan bagi pembocor atau whistleblower, serta memperketat aturan transparansi bagi anggota Parlemen Eropa.

Dukungan Ukraina

Kepada DW, anggota parlemen asal Irlandia, Billy Kelleher, mengatakan betapa lembaganya menggunakan diplomasi lunak untuk mendorong negara anggota mengurangi kebergantungan dari Rusia dan mendukung Ukraina.

„Dalam masalah sanksi, parlemen mendorong penambahan daftar sanksi terhadap Rusia untuk membatasi kemampuannya membiayai perang di Ukraina,” kata dia.

Kendati begitu, kamar legislatif Eropa tidak punya banyak kewenangan buat mempengaruhi kebijakan luar negeri. Betapapun juga, kekuasaan tertinggi tetap dipegang negara anggota. 

Namun di sisi lain, Parlemen Eropa adalah satu-satunya institusi UE yang dipilih melalui pemilu dan sebabnya dinilai berhak atas kewenangan yang lebih besar. 

Kekuasaan parlemen terutama ingin dibatasi oleh partai-partai populis atau nasionalis kanan yang skeptis terhadap gagasan supranasionalisme Eropa „Kita harus menghormati keputusan pemerintahan nasional karena mereka adalah perwakilan sesungguhnya rakyat Eropa,” kata Nicola Procaccini, kepala fraksi nasionalis sayap kanan ECR.

rzn/hp