Asia Akan Tandingi Amerika dan Eropa Tahun 2030
12 Desember 2012
Dalam laporan setebal 137 halaman, Dewan Intelijensi Nasional AS, NIC, menggambarkan prediksi perkembangan politik dan ekonomi global selama 20 tahun ke depan. Di bidang ekonomi, Cina kemungkinan akan menyusul AS pada tahun 2020-an. Namun laporan tersebut menyebutkan, sekalipun AS makin lemah, negara itu tetap akan menjadi aktor penting dalam peranannya menyelesaikan krisis global. Kemajuan teknologi AS dan kemampuan ”soft power”nya tetap atraktif bagi negara-negara lain.
”AS tetap akan menjadi pemain utama di antara negara-negara adidaya lain yang setara pada tahun 2030, karena AS memimpin dalam berbagai bidang dan punya otoritas kepemimpinan”, demikian disebutkan dalam laporan yang dikeluarkan sekali empat tahun itu. ”Sekalipun demikian, dengan kebangkitan cepat negara-negara lain, momen unipolar Amerika Serikat sebagai negara adidaya sejak tahun 1945 akan menyusut”. Laporan NIC dirilis hari Senin (10/12) di Washington.
Peran Cina dan Tantangannya
Studi tersebut memprediksi, ekonomi Asia, anggaran militer dan investasi teknologinya akan melampaui AS dan Eropa pada tahun 2030. Namun memperingatkan akan ada ketidakpastian tentang perkembangan Cina. ”Jika Beijing gagal melakukan transisi menuju situasi yang lebih stabil, dengan model ekonomi berlandaskan inovasi, maka Cina tetap akan menjadi pemain utama di Asia, namun pengaruhnya di kawasan itu akan mengecil.”
Kekuatan global Cina diperkirakan akan terus meningkat, namun tingkat pertumbuhannya akan jadi lebih lambat. Dalam catatan sejarah, melambatnya pertumbuhan ekonomi bisa membuat suatu negara cenderung lebih menakutkan dan dominan. Jika ketegangan di Asia terus meningkat, makin banyak negara yang berpaling pada Amerika Serikat. ”Cina bisa menjadi musuh terbesar bagi dirinya sendiri”, kata Mathew Burrows, salah satu penyusun laporan itu.
Kebutuhan Pangan dan Energi Meningkat Drastis
Eropa, Jepang dan Rusia tetap akan mengalami kemunduran ekonomi sampai 2030. Sedangkan sejumlah negara menengah akan mengalami kebangkitan, seperti Indonesia, Kolumbia, Mesir, Iran, Meksiko, Afrika Selatan dan Turki. Studi NIC menyebutkan, teknologi akan memberi keuntungan besar sampai 2030, namun perubahan iklim tetap menjadi tantangan besar. Dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya pendapatan per kapita, permintaan atas air, pangan dan energi akan naik 35, 40 dan 50 persen. ”Kita memang tidak sedang menuju situasi serba kekurangan, namun para pemimpin dunia harus bertindak untuk mencegah itu di masa depan,” kata Christopher Kojm, ketua NIC.
Cina dan India akan lebih tergantung pada impor pangan dan hal ini akan membuat harga pangan di pasar internasional terus naik. Keluarga berpendapatan rendah yang paling merasakan dampaknya. Ini bisa menyulut ketegangan sosial.
NIC memperkirakan, penduduk dunia tahun 2030 akan mencapai 8,3 miliar orang dan rata-rata penduduk dunia akan makin tua. Perkembangan ini akan membawa dampak besar. Sementara di negara-negara dengan penduduk yang relatif muda, potensi konflik sosial akan meningkat, terutama di Afghanistan dan Pakistan. Di negara-negara Arab, situasi akan berubah karena generasi muda yang sekarang melancarkan protes akan semakin tua. Ancaman terorisme Islam tahun 2030 diperkirakan makin kecil, karena pendukungnya makin sedikit.
HP/ZR (ap, afp)