Asia Tetap Pentingkan Energi Atom
9 Maret 2013
Setelah bencana reaktor di Fukushima Jepang, semakin banyak negara yang berpisah dari tenaga nuklir. Tapi ini bukan "perpisahan global". Bagi banyak pemerintahan, tenaga atom tidak bisa diabaikan sebagai salah satu sumber energi. Khususnya untuk Asia. Akhir 2012, ada 68 reaktor yang dibangun di 14 negara. 44 di antaranya di Asia. Dan masih ada 110 reaktor yang masih dalam tahap perencanaan. Setengahnya berada di Cina dan India. Kedua negara ini ingin meningkatkan penggunaan atom sebagai sumber energi hingga 4 sampai 9 persen dalam kurun waktu sepuluh hingga 15 tahun mendatang.
Fakta ini menguntungkan perusahaan Jerman Areva GmbH, anak perusahaan Perancis Areva dan pionir teknologi nuklir sipil. Juru bicara perusahaan Stefan Pursche mengatakan kepada Deutsche Welle: "Areva saat ini membangun empat PLTN baru. Satu di Perancis, satu di Finlandia, dan dua di Cina. Pasar Asia cukup berarti karena rasio pertumbuhan yang pesat. Badan energi internasiona (IEA) memprediksi, kebutuhan listrik di seluruh dunia hingga tahun 2035 akan meningkat 70 persen.
Asia Tenggara - Surga Industri Atom?
Vietnam berencana mulai mengoperasikan reaktor atom pertamanya pada tahun 2020. Delapan reaktor lagi akan menyusul hingga 2039. Rusia dan Jepang telah menandatangani kontrak kerjasama pembangunan beberapa reaktor. Institut atom Jepang (JAEA) sejak lebih dari 10 tahun terlibat dalam pelatihan tenaga khusus Vietnam.
Rencana Vietnam dikritik oleh penasehat pemerintah dan pakar atom Hien Pham Duy. Menurutnya, rencana atom pemerintah tidak melakukan "analisa teliti akan bahaya PLTN yang bisa terjadi dalam waktu dekat, khususnya di negara yang kurang berkembang seperti Vietnam." Kepada harian New York Times, Hien Pham Duy menambahkan, "budaya keamanan yang buruk terjadi pada semua aktivitas di negaranya".
Pemerintah Indonesia juga mengandalkan PLTN untuk memenuhi kebutuhan listrik negaranya. Hingga 2015 mendatang empat PLTN akan beroperasi. Kritik akan kurangnya standar keamanan ditolak oleh Ferhat Aziz dari badan tenaga nuklir nasional (BATAN). Menurutnya, kebanyakan negara juga tidak baru memulai program atomnya setelah menguasai teknologi yang dibutuhkan hingga 100 persen. "Kecuali mungkin di AS. Tapi Perancis mendapat pengetahuannya sebagian dari AS. Begitu juga dengan Jerman, Jepang dan Korea. Karena itu tidak ada salahnya, kami juga memulainya dengan cara yang sama. Saya yakin, ilmuwan Indonesia memiliki pengetahuan dan pengalaman cukup."