Pengacara Ba'asyir Tuding Australia Campuri Hukum Indonesia
7 Maret 2018Kuasa hukum Abu Bakar Ba'asyir menuding "campur tangan" Australia memaksa pemerintah menolak status tahanan rumah buat kliennya. Penolakan tersebut sebelumnya ditegaskan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia dengan dalih kasus Ba'asyir tidak memenuhi syarat formal untuk bisa menjalani sisa masa tahanan di rumah.
Menurut aturan yang berlaku, permintaan semacam itu hanya dapat diajukan oleh terdakwa yang mengajukan banding atau menunggu putusan pengadilan, kata
Namun kuasa hukum Ba'asyir menilai keputusan Kemkumham didasari desakan dari Australia. "Australia terlalu jauh ikut campur soal hukum di Indonesia. Sudah ngaco ini," kata Guntur Fatahillah kepada Tribunnews. "Sudah cukup membuktikan kalau Australia ikut campur. Lucunya, pemerintah bisa dikutak-kutik soal ini dari pemerintah asing," imbuhnya lagi.
Intervensi yang dimaksud Fatahillah adalah pernyataan kantor Kementerian Luar Negeri Australia yang mendesak pemerintah untuk melanjutkan masa tahanan Abu Bakar Ba'asyir "semaksimal mungkin." Dia selayaknya "tidak lagi diperbolehkan menggerakkan orang lain untuk melakukan serangan terhadap warga sipil tidak berdosa."
Pemerintah saat ini menawarkan kompromi memindahkan terpidana teror itu dari penjara di Bogor ke Jawa Tengah untuk mendekatkan Ba'asyir dengan keluarga. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto bahkan berencana menyediakan helikopter untuk membawa terpidana ke rumah sakit. "Apapun yang terjadi yang bersangkutan harus dapat fasilitas medis," ujarnya seperti dilansir Detikcom.
Namun usulan tersebut ditolak. Menurut salah seorang pengacara Ba'asyir, Achmad Michdan, permintaah pemindahan Lembaga Permasyarakatan sudah diajukan tiga tahun lalu, tanpa mendapat reaksi dari pemerintah. Kini kliennya menginginkan tahanan rumah. "Ustaz keberatan kalau cuma pindah LP," ujarnya kepada detikcom.
Ba'asyir saat ini baru menjalani separuh dari masa kurung selama 15 tahun yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 2011 silam. Ia terbukti mendanai kamp pelatihan teroris di Aceh dan diduga kuat ikut terlibat dalam serangan teror di Bali 2002 yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga negara Australia.
rzn/yf (dpa, tribunnews, detikcom)