Demam Durian di Cina Percepat Deforestasi di Malaysia
6 Februari 2019Lonjakan permintaan atas buah durian di Cina ditengarai mempercepat laju deforestasi di Malaysia. Sejumlah organisasi lingkungan memperingatkan saat ini pengusaha semakin giat membabat hutan untuk membuka perkebunan raksasa.
"Saat ini durian mendapat banyak perhatian di pasar Cina," kata Sophine Tann dari organisasi lingkungan PEKA. "Laju deforestasi untuk perkebunan durian termasuk ke dalam persiapan untuk memenuhi permintaan tersebut."
Fenomena ini bisa disimak di distrik Raub di Pahang yang dikenal lewat kawasan hutan hujan alami. Saat ini izin mengubah kawasan hutan untuk perkebunan semakin banyak diberikan. Terlebih tidak sedikit lokasi perkebunan yang berbatasan langsung dengan hutan lindung yang menjadi habitat alami satwa langka.
PEKA mengklaim status hutan lindung diubah oleh pemerintah Pahang agar bisa mengakomodasi perkebunan.
Lonjakan Permintaan di Cina
Sementara itu 4.000 kilometer di utara, di sebuah mall di kota Beijing, sebuah toko kecil bernama "Little Fruit Captain" ramai disambangi pembeli yang mencari durian Malaysia. Manajer toko, Wang Tao, mengatakan pelanggannya "jatuh cinta" dengan durian Malaysia lantaran rasanya yang manis. Durian asal negeri jiran itu bahkan lebih digemari ketimbang durian asal Thailand misalnya.
Wang mengaku mengimpor durian beku dari Malaysia dan menjualnya dalam berbagai bentuk, entah itu kue, eskrim atau durian goreng. Pelanggan mendapat informasi mengenai ketersediaan durian melalui aplikasi pesan pendek WeChat, kata sang manajer.
Baca juga: Rahasia Bau Menyengat Durian
"Saya pertamakali mencoba durian saat masih anak-anak." kisah seorang mahasiswa Cina, Liu Zelun, yang menyambangi toko milik Wang sepekan sekali untuk membeli durian. "Durian Thailand memiliki rasa yang lebih kuat dan Anda bisa menjadi mual karenanya. Berbeda dengan durian yang saya beli di sini," kata dia.
Salah satu varian durian termahal yang dijual di Cina bernama "Musang King," yang dibanderol seharga USD 120 atau sekitar Rp. 1,6 juta per buah. Durian "Musang King" digemari lantaran dagingnya yang tebal dan berwarna emas. Di Cina durian tersebut dibanderol beberapa kali lipat lebih mahal ketimbang di Malaysia.
"Pelanggan kami tidak mengkhawatirkan harga, mereka hanya ingin yang terbaik," kata Wang.
Primadona Eksopor Berbau Menyengat
Durian menjadi primadona ekspor baru Malaysia menyusul melemahnya ekspor minyak sawit. Pemerintah di Kuala Lupur yang berharap mendapat pemasukan tambahan dari fenomena "demam durian" di Cina saat ini mendorong ekspansi perkebunan.
Nilai ekspor durian dari Malaysia ke Cina di delapan bulan pertama tahun 2018 misalnya mencapai USD 1,8 juta atau Rp. 25 miliar. Angka tersebut menandai pertumbuhan sebesar dua kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2017, menurut data Kementerian Pertanian Malaysia.
Malaysia berharap perjanjian dagang yang ditandatangani Agustus silam bisa embuka akses buat menggandakan ekspor durian menjadi 443.000 ton pada 2030. Selama ini Kuala Lumpur hanya diizinkan mengekspor durian dalam bentuk bubur atau pasta.
Baca juga: Setiap Tahun Dunia Kehilangan Hutan Hampir Seluas Pulau Jawa
Meski demikian Kementerian Pertanian memastikan ekspansi perkebunan akan berjalan lambat. Pemerintah juga mendorong petani untuk menggunakan kebun yang sudah ada, ketimbang membuka lahan baru. "Deforestasi di lahan baru tidak dianjurkan," kata Mentan Salahuddin Ayub kepada AFP. Dia memastikan akan menerapkan aturan lingkungan yang ketat bagi pembukaan lahan baru.
Namun komitmen tersebut belum dirasakan di negara bagian Kelantan. Di sana suku etnis setempat menggalang demonstrasi menghadang upaya perusahaan perkebunan membabat hutan adat untuk dijadikan perkebunan durian Musang King. Meski akhirnya pemerintah negara bagian Kelantan digugat pemerintah pusat, pegiat lingkungan meyakini perspektif ke depan kian muram.
Budidaya durian "semakin mendorong deforestasi dan lenyapnya keanekaragaman hayati di Malaysia," tulis organisasi konservasi, Rimba. Ekspansi perkebunan "menghancurkan habitat ragam satwa seperti harimau, gajah, kera dan burung Rangkong," yang keberadaannya hampir terancam punah.
rzn/ap (Agence France-Presse)