Bagaimana Larangan Visa Israel buat WNI Merugikan Palestina
1 Juni 2018Tidak sedikit umat muslim yang meyakini kunjungan ke Yerusalem berarti pengakuan terhadap kedaulatan Israel. Adalah ulama Mesir Yusuf Qardawi yang pertama mengeluarkan fatwa haram tersebut dan masih berlaku hingga kini. Namun jika menuruti keinginan Otoritas Palestina, selayaknya umat Muslim mengabaikan fatwa Qardawi dan menyempatkan diri berkunjung ke kota suci.
Pasalnya sektor pariwisata Palestina berada dalam posisi pelik. Terutama Yerusalem Timur yang menjadi tulang punggung pariwisata Palestina hingga 2016 mencatat kemunduran jumlah wisatawan. Dengan banyaknya pos-pos pemeriksaan di Tepi Barat yang membatasi ruang gerak wisatawan, sektor Pariwisata Palestina banyak bergantung dari kebijakan pemerintah di Tel Aviv.
Kepada Reuters, Mufti Besar Palestina Mohammad Hussein, mengeluhkan rendahnya tingkat kunjungan wisatawan muslim di Yerusalem Timur, "jumlahnya wisatawan yang berkunjung ke Al-Aqsa bertambah. Mungkin angkanya tidak setinggi seperti yang kami harapkan. Tapi kami berharap jumlahnya akan terus bertambah," ujarnya pada 2017 silam.
Saat ini jumlah wisatawan muslim tergolong kecil. Dari sekitar 3,8 juta pelancong asing yang datang ke Israel 2017 silam, hanya 115.000 yang berasal dari negara muslim alias 3%.
Meski demikian, kaum muslim mencatat pertumbuhan angka kunjungan tertinggi di Israel. Tahun lalu Indonesia menjadi negara dengan jumlah wisatawan terbanyak, yakni 26.700, disusul Turki dengan 23.000 dan Yordania dengan 17.700 wisatawan. Menurut laporan harian Haaretz dan Yerusalem Post, wisatawan Indonesia juga membelanjakan uang paling banyak, yakni US$ 310/hari. Rata-rata setiap wisatawan muslim menghabiskan hingga US$ 1.133 pada setiap kunjungan.
Saat ini jumlah wisatawan asing ke Israel mulai membaik dan bahkan meroket di 2018. Namun para pelancong yang datang kebanyakan bukan berasal dari negara muslim, melainkan dari Eropa, Amerika Serikat dan terutama Brazil dan India.
Situs Arabnews melaporkan saat ini Yerusalem Timur memiliki 2.000 kamar hotel yang dikelola warga Palestina. Sementara di Bethlehem jumlahnya 3.900 kamar. Namun rendahnya tingkat hunian membuat pengembang mengurungkan niat membangun fasilitas tambahan. Menurut Departemen Pariwisata Israel, turis Indonesia jarang menginap di Yerusalem dan hanya menghabiskan waktu satu hari, sementara wisatawan Turki rata-rata menginap selama tiga hari.
Sebab itu Otoritas Palestina banyak mengkampanyekan program pariwisata di Turki, Indonesia, Malaysia dan sejumlah negara Arab lain. Penyedia wisata diharapkan menggunakan akomodasi dan jasa milik warga Palestina ketika berkunjung ke Yerusalem. Namun sayangnya pemerintah di Ramallah tidak memublikasikan data statistik jumlah kunjungan turis muslim di Yerusalem Timur dan Tepi Barat Yordan.
Harapan Palestina mendapat pemasukan tambahan dari wisatawan muslim kian menyusut setelah Israel melarang kunjungan warga Indonesia. Kebijakan yang mulai berlaku per tanggal 9 Juni tersebut diberlakukan setelah Indonesia membatalkan visa untuk 53 warga Israel sebagai reaksi atas pembantaian di Jalur Gaza.
rzn/yf (rtr, haaretz, jp, arabnews, aj+)