Indonesia Harus Belajar dari Fukushima
11 Maret 2015Sastrawan Jepang penerima hadiah Nobel Kenzaburo Oe menerangkan, ia mengerti pentingnya tenaga listrik besar untuk pembangunan suatu negara. Tetapi banyak alternatif lain selain membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Masyarakat harus sadar tentang bahaya kecelakaan PLTN seperti yang terjadi di Fukushima, Jepang.
"Saya tahu betapa besar kebutuhan listrik di Indonesia. Tapi penggunaan nuklir bukan pilihan satu-satunya untuk membangun suatu negara. Masih banyak pilihan lain," kata Kenzaburo Oe sebagaimana dikutip Tribunnews.com hari Selasa (10/03).
Pemenang Nobel Sastra tahun 1994 itu selanjutnya mengatakan, janganlah mengikuti kepentingan politik yang ada, melainkan carilah pilihan yang terbaik. Masyarakat Indonesia sendiri harus memutuskan yang terbaik dan mencari sumber energi alternatif, bukan nuklir.
"Saya yakin banyak orang sudah menentangnya saat ini, dan pelan-pelan mulai menjauhkan diri dari nuklir," kata Kenzaburo.
"Kecelakaan 11 Maret 2011 di PLTN Fukushima mengakibatkan penderitaan bagi 200.000 warganya yang hingga kini tidak bisa kembali ke kampung halamannya, yang sampai puluhan tahun terkena radiasi nuklir. Kalau kecelakaan nuklir terjadi lagi, hancurlah negara ini. Itulah sebab kita mesti bergerak menentang nuklir agar dihentikan segera," tandasnya.
Belajar dari Jerman
Kenzaburo Oe mengeritik sikap pemerintah Jepang yang ingin melanjutkan penggunaan energi nuklir setelah bencana besar nuklir di Fukushima empat tahun lalu.
"Politisi Jepang tidak berusaha mengubah situasi, tetapi hanya ingin menjaga status quo bahkan setelah kecelakaan nuklir besar ini," ujarnya.
Ia mendesak Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe agar mengikuti jejak Jerman, yang mulai meninggalkan energi nuklir. Lihat saja Jerman yang sudah memutuskan untuk menghentikan penggunaan nuklir di negaranya, kata Kenzaburo.
Jerman merencanakan untuk mengakhiri penggunaan tenaga nuklirnya pada tahun 2022 mendatang. Keputusan itu diambil pemerintahan dan parlemen Jerman setelah bencana Fukushima menunjukkan besarnya resiko kecelakaan PLTN.
Maret 2011, tiga inti reaktor nuklir di PLTN Fukushima meleleh setelah gempa bumi dan tsunami besar. Hancurnya reaktor itu menyebarkan radiasi ke luar kompleks dan memaksa lebih dari 100 ribu orang mengungsi. Diperkirakan, butuh waktu puluhan tahun untuk menonaktifkan reaktor Fuklushima yang bocor.
"Oleh karena itu kita berjuang, semua warga di Jepang untuk menyelamatkan negara ini dari kehancuran masa depan. Kecelakaan 11 Maret 2011 di PLTN Fukushima masih terasa penderitaan bagi 200.000 warganya hingga kini dan mereka tak bisa kembali ke kampung halamannya sampai puluhan tahun karena radiasi nuklir menghantam 80.000 pohon di sana. Kalau kecelakaan nuklir terjadi lagi, hancurlah negara ini. Itu sebabnya kita mesti bergerak semua saat ini menentang nuklir agar dihentikan segera," kata kenzaburo Oe.
hp/yf (tribunnews, republika)