Bertaubat Dengan Menghapus Tato
Kaum muslim bertato sering mengalami diskriminasi dan sentimen negatif dari masyarakat. Sebagian kini mengikuti layanan hapus tato gratis dengan syarat membaca Al-Quran.
Dibayangi Sentimen Negatif
Sebuah klinik di Tanggerang menawarkan jalan 'bertaubat' bagi kaum muslim dengan menawarkan layanan hapus tato secara gratis. Sekitar 1.000 pasien telah mendaftar. Kebanyakan mengaku ingin kembali diterima masyarakat, tanpa sentimen negatif yang selalu menghinggapi mereka yang memiliki tato di tubuhnya.
Bertaubat Lewat Al-Quran
Kendati ditawarkan secara gratis, layanan bernama "Berani Hijrah" itu bukan tanpa syarat. Setiap pasien diwajibkan membaca dan menghapal Surah ar-Rahman selama proses penghapusan. Jumlah peminat layanan diklaim terus bertambah di beberapa kota.
Tenar Berkat Media Sosial
Gagasan membuka klinik di Tanggerang berasal dari Ahmad Zaki dan Rizki Sari. Bersama aktivis lain mereka mengumpulkan sumbangan hingga 100 juta rupiah buat membeli dua laser. Kabar tentang layanan tersebut menyebar cepat, terutama melalui sebuah akun di Instagram.
Laser Menghapus Dosa
Biasanya pasien akan mendapat olesan salep khusus ke permukaan kulit yang ditutupi tato. Setelah kulit terasa kebas, dokter memulai terapi dengan menembakkan sinar laser ke permukaan kulit. Bergantung pada jenis tato, terapi tersebut bisa berlangsung antara hitungan menit hingga jam.
Stigmatisasi Berujung Diskriminasi
"Orang bertato mungkin berpikir itu adalah seni, budaya atau identitas diri, tapi masyarakat berpikiran lain," kata salah seorang penggagas layanan, Ahmad Zaki. "Biasanya kan gambar setan, atau gambar seksual dan itu tidak baik."
Hambatan Menuju Tuhan
Rizki Sari, dokter Islamic Medical Service yang ikut menggagas program tersebut mengatakan kebanyakan pasiennya merasa terbebani oleh sentimen negatif. Selain itu keberadaan tato juga menyulitkan mereka ketika ingin beribadah. Seorang pasien, katanya, bahkan mencoba menggerus tato dengan setrika.
Tinta Tanda Kriminal
Tato yang telah diterima secara terbuka oleh masyarakat barat, masih mengundang sentimen negatif di Asia lantaran sering diasosiasikan dengan pelaku tindak kriminal. Terlebih perempuan yang bertato sering mengalami diskriminasi atau setidaknya mendapat pandangan negatif dari lingkungan sekitar.
Naas Nasib Perempuan
Hal ini terutama dirasakan Sri Novianti, remaja 19 tahun yang memiliki tato di lengannya. Ketika Sri mulai mengenakan jilbab dan tato di lengannya itu lenyap, "Laki-laki tidak lagi melihat saya dengan pandangan menjijikkan. Tiba-tiba saya merasa dihormati. Saya ingin terus memakai hijab karena saya merasa menjadi perempuan yang terhormat."