Biomassa Sebagai Sumber Energi Terbarukan
14 Januari 2008Apa yang sebenarnya dimaksud dengan biomassa? Dalam sektor energi, biomassa merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar.
Biomassa dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penggunaan tidak langsung, biomassa diolah menjadi bahan bakar. Contohnya, kelapa sawit yang diolah terlebih dahulu menjadi biodiesel untuk kemudian digunakan sebagai bahan bakar.
Sebelum mengenal bahan bakar fossil, manusia sudah menggunakan biomassa sebagai sumber energi. Misalnya dengan memakai kayu atau kotoran hewan untuk menyalakan api unggun. Sejak manusia beralih pada minyak, gas bumi atau batu bara untuk menghasilkan tenaga, penggunaan biomassa tergeser dari kehidupan manusia. Namun, persediaan bahan bakar fossil sangat terbatas. Para ilmuwan memperkirakan dalam hitungan tahun persediaan minyak dunia akan terkuras habis. Karena itu penggunaan sumber energi alternatif kini digiatkan, termasuk di antaranya penggunaan biomassa.
Biomassa dari Bahan Baku Pangan
Gandum, tebu dan jagung adalah contoh bahan pangan yang juga dapat diolah menjadi energi dari biomassa. Energi tersebut tergolong energi ramah lingkungan yang bahan dasarnya disediakan alam. Namun, penggunaan energi dari biomassa kadang membawa dampak sampingan yang tidak diinginkan. Salah satunya adalah naiknya harga bahan baku pangan.
Penyebabnya macam-macam. Di Jerman misalnya, produksi listrik biomassa mendapat subsidi pemerintah kata ahli biologi Dr. Andre Baumann:
“Ini memicu persaingan antar petani yang menanam gandum untuk pangan dan petani biomassa. Selama ini, produsen gandum untuk biomassa mendapat keuntungan lebih besar daripada petani biasa. Baru belakangan ini, dengan naiknya harga untuk susu dan gandum, petani biasa dapat bersaing dengan petani biomassa. Produsen biogas tak lagi dapat membeli bahan dasar gandum dengan harga murah seperti dalam lima tahun terakhir.“
Di Jerman, 100 kilogram gandum menghasilkan energi biomassa seharga 25 Euro. Tapi bila gandum tersebut dijual sebagai bahan baku pangan, harganya hanya 18 Euro. Kini di sejumlah negara muncul kekuatiran bahwa para petani bahan pangan beralih ke produksi tanaman untuk biomassa. Padahal, produksi bahan pangan saat ini saja belum mencukupi untuk menutup kebutuhan pangan dunia.
Dampak Lingkungan
Dampak lain penanaman produk pertanian untuk biomassa adalah kerusakan pada alam. Andre Baumann yang menjabat ketua Organisasi Lingkungan Hidup Jerman NABU menegaskan produksi tanaman untuk biomassa harus memenuhi standar amdal:
„Biomassa sudah digunakan selama ratusan tahun. Tapi dulu produk biomassa tidak diangkut dengan truk atau pesawat sampai tempat tujuan. Sekam gandum atau sisa tanaman lainnya digunakan di pertanian yang sama sehingga membentuk lingkaran yang tertutup. Tapi sekarang, manusia memakai truk dan kapal laut untuk mengangkut kelapa sawit dari kawasan tropis ke Eropa, ini menyebabkan siklus penggunaan biomassa tidak lagi tertutup.“
Dampak produksi tanaman untuk biomassa juga mulai dirasakan di kawasan lain dunia. Contohnya di Benua Hitam Afrika. Pakar lingkungan dari Institut Pertanian untuk Kawasan Tropis dan Subtropis Universitas Hohenheim Joachim Sauberborn menjelaskan „Di Afrika sumber daya alam yang dapat diperbarui luas digunakan. Banyak warga masih memakai kayu untuk memasak. Namun, dampak negatifnya adalah kerusakan kawasan hutan karena penebangan yang tidak terkontrol. Hilangnya vegetasi hutan menyebabkan pengikisan lapisan tanah yang subur. Akibatnya, lahan pertanian pun makin berkurang.“
Untuk mendapatkan lahan pertanian baru, penduduk Afrika membuka hutan. Akibatnya siklus kerusakan alam terus berlanjut. Penebangan pohon-pohon untuk lahan pertanian menyebabkan karbondioksida dilepaskan ke udara. Padahal karbondioksida atau CO2 adalah salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global.
Sistem Pertanian Berkelanjutan
Karena itu, pakar biologi Andre Baumann menyarankan agar petani menggunakan sistem pertanian yang berkelanjutan: „Istilah ini sebenarnya berasal dari sektor perhutanan. Maksudnya, penebangan kayu disesuaikan dengan regenerasi hutan, jadi jumlah pohon yang ditebang sesuai dengan pohon baru yang ditanam. Dalam seratus tahun terakhir, sistem pertanian berubah karena globalisasi. Negara industri mengimpor bahan pangan dan produk pertanian dari negara berkembang. Akibatnya muncul masalah lingungkan baik di negara berkembang maupuan industri.
Andre Baumann memberikan salah satu contoh. 12,5 persen lahan pertanian yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan Jerman berada di luar negeri. Produk pangan yang diimpor, mulai dari buah-buahan sampai makanan ternak menghasilkan ampas dalam jumlah besar yang tidak dapat diolah oleh sistem daur ulang Jerman. Kerusakan alam juga terjadi bila produk pertanian tersebut berasal dari lahan yang dulunya adalah hutan. Belum lagi dengan emisi karbondioksida yang dihasilkan saat produk tersebut ditranspor dari negara asalnya ke Jerman.
Misalnya, biodiesel dari kelapa sawit. Selain tersedia dalam jumlah banyak, dapat diperbarui dan menghasilkan energi yang ramah lingkungan, penggunaan biodiesel dari kelapa sawit dapat meningkatkan efisiensi pembakaran mesin, termasuk mesin kendaraan bermotor. Biodiesel jenis ini mempunyai kandungan asetan tinggi, bebas dari sulfur dan mampu dioperasikan di musim dingin, bahkan saat suhu mencapai minus 20 derajat Celcius sekalipun, sehingga cocok digunakan di Jerman.
Namun, pakar biologi Andre Baumann memperingatkan jangan sampai kebutuhan energi di Jerman merusak alam di negara produsen biomassa tersebut.
„Pemerintah menggunakan uang pajak rakyat untuk memberi subsidi pada produk biomassa. Padahal produk itu menyebabkan rusaknya hutan tropis di bagian lain dunia. Misalnya, kelapa sawit yang berasal dari perkebunan yang sebelumnya merupakan hutan. Produk tersebut harus ditranspor ribuan kilometer ke Jerman. Di sini, kelapa sawit diolah menjadi biogas dan ampasnya digunakan sebagai pupuk. Ini sama sekali bukan sistem pertanian berkelanjutan. Sistem ini tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara sosial maupun ekologis.“
Masa Depan Biomassa Sebagai Bahan Bakar
Lalu bagaimana masa depan penggunaan energi dari biomassa? Saat ini, bioenergi hanya memegang pangsa 13 persen dari keseluruhan sumber energi dunia. Menurut pakar biologi Andre Baumann kunci untuk meningkatkan efisiensi energi bukan dengan memperluas produksi tanaman untuk biomassa. Sebaliknya, penggunaan energi keseluruhanlah yang perlu dikurangi. (zpr/zer)