UEA Bentuk Otoritas Federal untuk Mengawasi Bisnis Kasino
4 September 2023Uni Emirat Arab (UEA) membuat pengumuman pada hari Minggu (03/09) malam tentang pembentukan Otoritas Federal Pengaturan Permainan Komersial Umum (GCGRA), untuk menjalankan aturan lotre nasional di negara tersebut, lapor kantor berita WAM.
Hal tersebut dianggap sebagai tanda bahwa pihak UEA berada di ambang persetujuan untuk mengizinkan perjudian, di mana banyak operator kasino besar juga telah berbondong-bondong menuju ke Teluk Arab.
Otoritas federal tersebut menunjuk Kevin Mullally sebagai CEO atau pemimpinnya. Sebelumnya, Mullally pernah menjabat sebagai direktur eksekutif Komisi Permainan Missouri, yang mengawasi kasino-kasino perahu sungai di negara bagian Amerika Serikat (AS) tersebut.
"Saya senang telah ditunjuk sebagai CEO perdana GCGRA," kata Mullally dalam pernyataannya. "Dengan rekan-rekan saya yang berpengalaman, saya berharap dapat membangun badan pengatur dan kerangka kerja yang kuat untuk industri lotre dan permainan di UEA."
Disebutkan pula nama Jim Murren sebagai ketua dewan direksi otoritas tersebut. Media di Nevada, rumah bagi kota perjudian Las Vegas, mengidentifikasi Murren sebagai mantan ketua dan CEO MGM Resorts International, yang juga menjalankan bisnis kasino.
Kasino jadi salah satu cara menghasilkan uang di UEA
Tujuan dibentuknya otoritas tersebut adalah untuk "menciptakan lingkungan permainan yang bertanggung jawab secara sosial dan diatur dengan baik, memastikan bahwa semua peserta mematuhi pedoman yang ketat dan mematuhi standar tertinggi," jelas WAM.
"Badan itu akan mengoordinasikan kegiatan regulasi, mengelola perizinan secara nasional dan memfasilitasi pembukaan potensi ekonomi dari permainan komersial secara bertanggung jawab," tambahnya.
Kasino telah lama dianggap sebagai salah satu cara untuk menghasilkan uang di UEA dan meningkatkan industri pariwisatanya, terutama di Dubai, rumah bagi maskapai penerbangan jarak jauh Emirates. Saat ini, undian mobil bebas bea cukai sudah membombardir para penumpang yang terbang melalui Bandara Internasional Dubai.
Bisnis kasino di UEA terus berkembang
Dalam beberapa tahun terakhir, rumor tentang bisnis kasino terus berkembang di negara itu. Salah satunya yakni saat pembukaan kapal terkenal dari Inggris, Queen Elizabeth 2, pada tahun 2018, setelah renovasi yang menghabiskan lebih dari AS$100 juta (sekitar Rp1,5 kuadriliun). Kapal tersebut masih memiliki mesin slot yang dinonaktifkan di dalamnya.
Pada tahun 2022, wilayah paling utara UEA, Ras al-Khaimah, juga mengumumkan kesepakatan bernilai triliunan rupiah dengan salah satu raksasa kasino yang berbasis di Las Vegas, Wynn Resorts. Meski pihak berwenang Ras al-Khaimah berulang kali menjelaskan bahwa hotel tersebut bukan tempat perjudian, tetapi pihak Wynn telah menggambarkan proyek tersebut sebagai "resor terpadu," istilah di Singapura yang mengacu pada sebuah hotel, yang mencakup kasino dan fasilitas lainnya.
Kasino sendiri masih sangat jarang ditemukan di sebagian besar wilayah Timur Tengah, namun, ada kasino yang beroperasi di Mesir dan Lebanon. Bertambahnya kasino di UEA ini dianggap mampu meningkatkan industri pariwisata yang menguntungkan, setelah sempat anjlok akibatpandemi virus corona.
Risiko bahaya pencucian uang
Pembentukan otoritas federal ini menunjukkan bahwa Abu Dhabi akan mulai mengawasi potensi pengoperasian bisnis kasino di negara tersebut.
Uni Emirat Arab, federasi dari tujuh kesultanan, menempatkan kekuasaan absolut pada penguasa lokal di tujuh emiratnya, terutama dalam hal sosial. Misalnya, Emirat Sharjah masih melarang penjualan alkohol di wilayahnya. Setiap operasi kasino juga harus mengikuti setiap aturan di masing-masing wilayah.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa bisnis kasino dan sejumlah besar uang tunai yang dihasilkan, dapat menimbulkan risiko bahaya pencucian uang. Para perampok perang, pemodal teror, dan pengedar narkoba yang dijatuhi sanksi oleh AS dalam beberapa tahun terakhir, telah menggunakan pasar real estate Dubai sebagai tempat untuk menanam uang mereka.
Wilayah Ras al-Khaimah juga dikaitkan dengan kasus seorang pria Alaska yang melakukan pencucian uang senilai AS$1 miliar (sekitar Rp15,2 triliun), yang disimpan di Korea Selatan untuk Iran.
kp/hp (AP)