Corona Masih Menyebar, Pemerintah Terburu-buru New Normal?
8 Juni 2020Langkah pemerintah menerapkan tatanan normal baru alias new normal dinilai terburu-buru. Apalagi kasus penyebaran virus corona masih tinggi di Indonesia.
"Saya kira masih terlalu dini karena kasusnya masih tinggi. Saya lihat betul masih terburu-buru," kata Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad saat dihubungi detikcom, Jakarta, Senin (08/06).
Pemerintah mengumumkan masih ada penambahan kasus baru corona di Indonesia. Per tanggal 7 Juni 2020, sebanyak 672 kasus baru, sehingga total yang positif berjumlah 31.186 kasus. Pada saat itu juga tercatat sebanyak 10.498 orang sembuh dan 1.851 orang meninggal dunia.
'New normal jadi jalan tengah'
Hal senada juga diungkapkan pengamat ekonomi Piter Abdullah Redjalam. Menurut dia pemerintah saat ini berada di posisi yang dilematis lantaran mau memperpanjang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) namun tidak mengetahui kapan waktu berakhirnya penyebaran corona.
Di sisi lain, kata Piter, pemerintah juga tidak mau ekonomi nasional merosot semakin dalam akibat dari penerapan PSBB. "Kondisinya memang dilematis," ujar Piter.
Oleh karena itu, dikatakan Piter keputusan pelonggaran PSBB dan memberlakukan new normal pada beberapa sektor menjadi jalan tengah. "PSBB dilanjutkan dengan melonggarkan aktivitas ekonomi secara bertahap, dan wajib diikuti dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat," ujarnya.
Sementara Tauhid menilai saat ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah membuat satuan tugas (satgas) lapangan yang akan mengawasi aktivitas masyarakat selama new normal diberlakukan. Khususnya mengenai penerapan protokol kesehatan.
"Penting saat ini adalah penyiapan instrumen-instrumen new normal dan sosialisasi. Kita lihat kalau DKI ternyata kasusnya nambah lagi, maka PSBB harus diberlakukan kembali," ungkap Tauhid.
Jokowi gelar rapat terbatas tatap muka
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai kembali memimpin rapat terbatas secara tatap muka. Ratas kali ini digelar di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono mengatakan ratas dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan COVID-19. Kapasitas peserta ratas dibatasi.
"Rencana ratas dengan penerapan jaga jarak dan tentunya jumlahnya tidak banyak. Kapasitas tetap dikurangi 50%," ujar Heru saat dimintai konfirmasi, Senin (08/06).
Simulasi ratas sudah dilakukan sejak Jumat (05/06). Tiap peserta ratas dipisahkan dengan jarak 2 meter.
GBK dipadati warga
Kawasan Gelora Bung Karno (GBK) dipenuhi warga yang berolahraga di minggu pertama masa PSBB transisi. Fraksi PDIP DPRD DKI menilai pihak pengelola harus turut mengatur protokol kesehatan di kawasan tersebut.
"Pengelola GBK harus ikut bertanggung jawab dalam pencegahan penyebaran COVID-19, maka kegiatan di lingkungan GBK harus mengikuti protokol kesehatan," kata Ketua Fraksi PDIP DKI Gembong Warsono, ketika dihubungi, Minggu (07/06).
Sementara Fraksi Demokrat DPRD DKI menekankan terkait sikap masyarakat yang sulit diatur.
"Kita kaitannya kembali ke masyarakat Jakarta, masyarakat Jakarta itu susah diatur soalnya, cenderung untuk tidak patuh terhadap aturan itu besar," kata Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPRD DKI Nawawi, ketika dihubungi, Minggu (07/06).
Sementara, pakar menyarankan titik kumpul massa itu perlu ditertibkan supaya tak ada penularan virus Corona di kawasan ini.
"Yang ngeri itu tadi pagi orang-orang pada euforia di GBK, bertumpuk-tumpuk masuk gerbang. Pemerintah tetap harus memberi perhatian terhadap apa pun yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Jangan sampai niatnya olahraga tapi malah jadi ketularan, kasihan sekali," kata Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Ede Surya Darmawan, kepada detikcom, Minggu (07/06). (Ed: pkp/rap)
Baca selengkapnya di: detiknews
Corona Masih Menyebar, Pemerintah Terburu-buru Mulai New Normal?
Terapkan Protokol Ketat, Jokowi Mulai Gelar Ratas Tatap Muka
Pakar: Jangan Sampai Niat Olahraga di GBK Jadi Ketularan Corona