Dekriminalisasi Aborsi di Jerman dalam Kontroversi
5 Desember 2024Para anggota parlemen dari partai-partai kiri-tengah Jerman ingin melegalkan aborsi di Jerman — dalam tiga bulan pertama kehamilan.
Paragraf 218 Jerman yang melarang aborsi pertama kali masuk dalam kitab undang-undang pada tahun 1871 dan telah lama menjadi kontroversi. Meskipun aborsi masih ilegal, perempuan sejak tahun 1990-an telah diizinkan untuk melakukannya dalam tiga bulan pertama kehamilan tanpa risiko penuntutan jika mereka menjalani konseling setidaknya tiga hari sebelum prosedur.
Aborsi dalam kasus pemerkosaan atau ketika kesehatan mental atau fisik perempuan terancam juga dibebaskan dari hukuman.
Ulle Schauws dari Partai Hijau dan Carmen Wegge dari Partai Sosial Demokrat (SPD) kiri-tengah mempelopori gerakan untuk menghapuskan paragraf 218 sebelum akhir periode legislatif ini pada bulan Februari 2025.
Persyaratan untuk konseling wajib dipertahankan dalam upaya untuk mendapatkan lebih banyak dukungan lintas partai. Namun, masa tunggu tiga hari setelah konseling akan dihapuskan.
Kanselir Jerman Olaf Scholz telah menandatangani proposal tersebut, yang menuai kritik keras dari lawan utamanya dalam kampanye pemilihan mendatang.
Pemimpin Partai Kristen Demokrat CDU Friedrich Merz, seorang konservatif Katolik, telah menentang keras inisiatif Partai SPD-Partai HIjau, dan menyebutnya sebagai "penghinaan terhadap rakyat." Ia mengatakan bahwa aborsi adalah masalah yang "membuat negara ini terpolarisasi dan memicu konflik sosial yang sama sekali tidak perlu di Jerman."
Namun, jajak pendapat menunjukkan dukungan publik yang kuat untuk dekriminalisasi aborsi. Setidaknya 74% suara mendukung akses aborsi tanpa batas dalam tiga bulan pertama kehamilan, demikian hasil survei Trend Barometer RTL/ntv- terbaru.
Sejak 2003, jumlah praktik dokter yang menyediakan layanan aborsi hampir berkurang setengahnya. Namun, ketika pemerintah koalisi kiri-tengah SPD, Partai Hijau, dan Demokrat Bebas (FDP) yang berhaluan neoliberal mulai berkuasa pada tahun 2021, mereka berjanji untuk melakukan reformasi.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Pada tahun 2022, anggota parlemen mencabut paragraf 219a dari KUHP, yang dikenal sebagai larangan mengiklankan aborsi. Berdasarkan undang-undang yang berasal dari kebijakan sosial era Nazi tersebut, siapa pun yang secara terbuka "menawarkan, mengumumkan [atau] mengiklankan" layanan aborsi dapat menghadapi hukuman hingga dua tahun penjara atau denda. Bagi para dokter, birokrasi hukum, ancaman tuntutan hukum, dan kemungkinan pelecehan oleh aktivis antiaborsi juga menciptakan disinsentif yang besar, demikian menurut Stephanie Schlitt, Wakil Ketua Pro Familia, badan independen untuk perencanaan keluarga yang telah menyerukan perubahan legislatif sejak tahun 1970-an.
Baru-baru ini juga ada larangan terhadap apa yang dikenal sebagai pelecehan di trotoar yang menjadikannya pelanggaran ringan bagi aktivis antiaborsi untuk melakukan protes agresif di dekat pusat konseling, rumah sakit, atau kantor dokter yang menawarkan konseling kehamilan atau melakukan aborsi.
Masalah bagi perempuan dan paramedis
Menurut Schlitt, aborsi tetap menjadi proses yang penuh masalah, yang melibatkan biaya tinggi, dokumen yang rumit, dan stigma. Biaya aborsi umumnya tidak ditanggung oleh perusahaan asuransi kesehatan. Pil aborsi hanya diperbolehkan di Jerman hingga 49 hari setelah pembuahan.
Pada bulan April 2024, komisi yang ditunjuk pemerintah yang terdiri dari 18 ahli medis dan etika menyimpulkan bahwa kriminalisasi tidak lagi dapat dipertahankan berdasarkan hukum konstitusional, internasional, dan Eropa. Namun, rekomendasinya ditangguhkan setelah mendapat penolakan dari beberapa anggota FDP, yang sekarang tidak lagi menjadi bagian dari pemerintah.
Anggota parlemen FDP Katrin Helling-Plahr telah menyuarakan penentangannya terhadap inisiatif terbaru tersebut. Ia mengatakan kepada katholisch.de, portal daring gereja Katolik Roma di Jerman, bahwa menurutnya tidak pantas "untuk mengangkat topik yang rumit seperti itu di depan parlemen pada tahap akhir." Namun, organisasi pemuda FDP telah menulis surat kepada semua anggota parlemen FDP, menyerukan agar debat tersebut dilanjutkan.
Wakil Ketua ProFamilia Stephanie Schlitt berujar: "Langkah ini sudah lama tertunda. Jerman memiliki salah satu undang-undang yang paling ketat terkait aborsi di Eropa," katanya kepada DW.
Pemungutan suara terbuka tentang aborsi
Penentangan keras kemungkinan besar akan datang tidak hanya dari blok CDU/CSU, tetapi juga dari kubu paling kanan. Dalam manifesto pemilu, Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) mengambil posisi 'prokehidupan', memprioritaskan perlindungan anak yang belum lahir dan menolak segala dukungan negara terhadap aborsi.
Proposal baru Partai SPD-Partai Hijau didukung oleh Partai Kiri, yang menuntut penghapusan paragraf 218 dari hukum pidana dan penyediaan kontrasepsi gratis dalam manifestonya. Dikatakan bahwa rintangan saat ini tidak sesuai dengan hak perempuan untuk menentukan nasib sendiri, dan secara tidak proporsional memengaruhi kelompok berpenghasilan rendah. Schauws mengatakan dia yakin partai populis sayap kiri baru Sahra Wagenknecht Alliance (BSW) akan abstain atau mendukung inisiatif tersebut.
Jika usulan tersebut diajukan ke parlemen, pemungutan suara akan dilakukan secara terbuka. Mungkin akan terlihat CDU/CSU dan AfD memberikan suara bersama untuk menentangnya - sebuah dilema bagi CDU/CSU, karena sebelumnya menolak untuk bekerja sama dengan AfD.