Demonstrasi dan Pemogokan Melanda Tepi Barat
11 September 2012Para remaja membakar ban mobil dan memblokir persimpangan jalan. Demonstran membakar boneka Perdana Menteri Salam Fayyad. Pekan lalu, aksi protes berkobar di sepanjang Tepi Barat: di Ramallah, Bethlehem, Hebron, Nablus dan Jenin. Hari Senin (10/09/12), para sopir taksi, bis dan truk melakukan mogok kerja, melumpuhkan aktivitas warga. “Kami mogok kerja karena harga bahan bakar melambung. Dan otoritas Palestina bertanggungjawab atas hal ini. Pemerintah Palestina tidak mendengarkan rakyat Palestina,” dikatakan seorang demonstran, Ahmed Abdelnabi dari Bethlehem.
Ketidakpuasan berkembang di kalangan penduduk Palestina. Selama berbulan-bulan mereka menggelar demonstrasi-demonstrasi kecil. Namun dalam beberapa hari ini, kemarahan rakyat terlihat dengan jelas, setelah otoritas Palestina di Ramallah menaikkan harga bensin dan solar sebesar 5 persen. Demonstran menuntut mundurnya Perdana Menteri Salam Fayyad, bukan saja karena biaya hidup yang tinggi, namun warga Palestina juga menuduh para pemimpin melakukan tindak korupsi. Selain itu warga juga menuntut reformasi.
Ekonomi Palestina Terpuruk
Akar krisis ini sebenarnya jauh lebih dalam. Anggaran Palestina saat ini mengalami defisit sebesar 1 miliar Dollar AS. Dan pada saat yang sama utang luar negeri juga terus bertambah. 18 persen warga di Tepi Barat tidak memiliki pekerjaan. Selain itu, sejak dua tahun lalu beberapa negara Teluk yang kaya mengurangi bantuan keuangan mereka kepada otoritas Palestina. Para negara donor ini merasa tidak puas dengan kebijakan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan ingin mendorongnya untuk kembali melakukan pembicaraan perdamaian dengan Israel.
Situasi yang dihadapi warga Palestina begitu mengkhawatirkan sehingga PM Salam Fayyad sebenarnya telah mengajukan pengunduran diri pada Kamis (06/09/12). “Situasi ekonomi dan kehidupan di Palestina menjadi lebih berat sejak beberapa waktu. Ini karena harga kebutuhan pokok di pasar dunia meningkat. Dan otoritas Palestina tengah menghadapi kesulitan keuangan.“
Kesalahan Israel?
Perkembangan ekonomi di wilayah Palestina terhambat antara lain dengan dikeluarkannya Protokol Paris di tahun 1994, yang merupakan tambahan dari perjanjian perdamaian dengan Israel di Oslo, Norwegia. Protokol ini antara lain memeberi kewenangan kepada pemerintah Israel untuk memungut pajak dari warga Palestina. Juga pajak pertembahan nilai Palestina terikat pada Israel. Selain itu, Protokol Paris melarang Palestina untuk melakukan perjanjian perdagangan dengan negara lain secara langsung.
Menteri Tenaga Kerja Palestina Ahmad Majdalani menganggap Israel sebagai pihak yang bertanggungjawab atas krisi ekonomi dan keuangan yang mendera Palestina. “Krisis ini terjadi karena kebijakan pendudukan. Bahwa harga bensin meningkat di bulan ini, bukan saja karena kenaikan harga di dunia. Salah satu alasan lainnya adalah bahwa pihak Israel telah menaikkan pajak bensin.“
Menurut keterangan surat kabar Palestina Al Ajam, Presiden Abbas secara resmi telah meminta pemerintah Israel untuk membicarakan kembali Protokol Paris. Ini akan memberikan kesempatan kepada Palestina untuk memiliki kebijakan ekonomi dan politik yang lebih bebas.