Derita Orang Utan di Kalimantan Akibat Kabut Asap
Kabut asap yang membekap sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan tidak hanya menyengsarakan manusia. Orang utan juga terpaksa harus menghirup asap yang berasal dari terbakarnya rumah mereka.
Terselubung asap
Asap tipis menyelubungi Pusat Rehabilitasi Orang Utan Samboja Lestari dalam beberapa hari terakhir pada September 2019. Dari sekitar 355 orang utan yang direhabilitasi oleh Yayasan Borneo Orang Utan Survival (BOS), 37 diantaranya menderita masalah pernapasan.
Pengaruhi kondisi kesehatan
Kabut asap sangat memengaruhi kondisi kesehatan manusia dan orang utan. Saat kabut asap muncul, partikel debu, dan karbon sisa pembakaran akan memasuki saluran pernafasan dan menyebabkan reaksi alergi. Hal ini berpotensi menimbulkan infeksi seperti bronkitis dan pneumonia akibat penurunan sistem kekebalan tubuh.
Pemberian susu dan obat-obatan
Kabut asap ini tidak hanya membahayakan kondisi kesehatan para staf di Nyaru Menteng, tetapi juga orang utan di pusat rehabilitasi dan pulau-pulau prapelepasliaran di sekitarnya. Tim medis di Nyaru Menteng memberikan pengobatan menggunakan nebulizer, multivitamin, dan antibiotik. Sementara medis Samboja Lestari memberikan susu dan multivitamin bagi semua orang utan.
Masih buka hutan dengan membakar
Pembukaan lahan memanfaatkan metode pembakaran terus terjadi di banyak daerah di Kalimantan Tengah, utamanya di sekitar Kota Palangka Raya. Ini menyebabkan asap tebal memenuhi kota dan wilayah sekitarnya. Selama beberapa hari terakhir, Indeks Standar Pencemaran Udara di kota tersebut masuk ke dalam kategori berbahaya.
Belum ada yang dievakuasi
Api sempat mengancam Pusat Rehabilitasi Orang Utan Nyaru Menteng yang terletak tidak jauh dari kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Pada pekan pertama Agustus 2019, tim pemadam kebakaran sempat berjibaku melawan api yang mendekat sampai jarak sekitar 300 meter dari batas Nyaru Menteng. Api berhasil dipadamkan setelah 4 jam bekerja.
Sulit air akibat kemarau
Konservasi Mawas di hutan gambut seluas 309.000 hektare di Kabupaten Kapuas dan Barito Selatan ini adalah are kerja Yayasan BOS yang berpotensi besar terbakar. Utamanya karena luasan wilayah dan sulitnya memadamkan api di lahan gambut. Terlebih di musim kering saat kondisi air di kanal surut dan membuat persediaan air untuk pemadaman sangat terbatas. (ae/vlz, sumber: Yayasan BOS)