India Akhirnya Kembali Izinkan Ekspor Obat Anti Malaria
7 April 2020India pada Selasa (07/04) akhirnya mengumumkan pencabutan sebagian larangan ekspor obat malaria, yang disebut sebagai obat potensial untuk menyembuhkan pasien terinfeksi COVID-19. Keputusan ini dikeluarkan setelah Presiden AS Donald Trump mengisyaratkan "pembalasan" kepada India yang sebelumnya melarang ekspor obat anti malaria hidroksiklorokuin.
Larangan eskpor hidroksiklorokuin diberlakukan pada Sabtu (04/04) karena India harus memenuhi kebutuhan dalam negerinya. India adalah produsen dan eksportir obat terbesar di dunia.
Namun setelah adanya pembatasan ekspor tersebut, Presiden AS Donald Trumpmengisyaratkan ancaman ‘pembalasan‘ terhadap pemerintahan PM Narendra Modi. Trump meminta India untuk mempercepat pengiriman obat hidroksiklorokuin ke negara-negara lain.
"Jika dia (Narendra Modi) tidak mengizinkan ekspor obat, tidak apa-apa, tapi tentu saja, mungkin ada pembalasan, mengapa tidak ada?" ujar Trump dalam konferensi persnya hari Senin (06/04).
India izinkan ekspor obat malaria
Pada Selasa (07/04) Kementerian luar negeri (Kemenlu) India pada mengumumkan akan mengizinkan ekspor obat dan parasetamol yang sebelumnya dibatasi pada bulan Maret. Kemenlu India mengatakan obat hidroksiklorokuin akan diekspor "dalam jumlah yang sesuai untuk semua negara tetangga yang bergantung pada kemampuan kami."
"Kami juga akan memasok obat-obatan esensial ini ke beberapa negara yang sangat terpengaruh oleh pandemi ini," kata juru bicara kementerian luar negeri Anurag Srivastava dalam sebuah pernyataan.
Dia menambahkan bahwa obat-obatan ini akan "dimasukkan dalam kategori berlisensi dan ... terus dipantau."
Sebelumnya, Trump menggembor-gemborkan bahwa hidroksiklorokuin adalah obat yang manjur untuk pasien terinfeksi COVID-19, meskipun banyak ilmuwan mendesak penelitian lebih lanjut untuk menunjukkan apakah obat itu benar aman dan efektif menyembuhkan COVID-19.
Perlu penelitian lebih lanjut
Hidroksiklorokuin dan klorokuin telah digunakan selama beberapa dekade untuk mengobati malaria. Tetapi obat-obatan ini berpotensi memiliki efek samping yang serius, terutama bila digunakan dalam dosis tinggi atau diberikan dengan obat lain tanpa saran dokter.
Badan Pengawas Obat Eropa EMA pekan lalu memperingatkan bahwa kedua obat tersebut tidak boleh digunakan untuk mengobati pasien terinfeksi COVID-19, kecuali untuk uji klinis atau jika terjadi "darurat nasional".
Dalam studi awal tentang hidroksiklorokuin di Cina dan Prancis, ditemukan bahwa obat ini dapat menjinakkan sistem kekebalan yang terlalu aktif dan terbukti memiliki beberapa efek positif terhadap penyakit COVID-19.
Namun, para ilmuwan percaya bahwa belum ada cukup bukti untuk merekomendasikan penggunaan hidroksiklorokuin secara massal.
pkp/hp (afp)