DK PBB Loloskan Resolusi Gencatan Senjata, AS Abstain
26 Maret 2024Sejak hampir enam bulan perang Israel-Hamas pecah di Gaza, Dewan Keamanan PBB pada Senin (25/03) waktu setempat, akhirnya meloloskan sebuah resolusi yang menyerukan "gencatan senjata segera” sampai akhir bulan suci Ramadan.
Resolusi itu berhasil lolos berkat 14 suara dari negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB. Sementara, Amerika Serikat (AS) abstain, menandai adanya perubahan sikap dari Washington terkait resolusi untuk Gaza.
Empat resolusi serupa sebelumnya gagal diloloskan, karena tiga di antaranya diveto oleh AS, sementara satu lainnya oleh Rusia dan Cina pada pekan lalu.
Apa isi resolusi PBB itu?
Resolusi tersebut menyerukan sebuah gencatan senjata yang mengarah pada "gencatan senjata yang langgeng dan berkelanjutan.”
Resolusi tersebut juga menuntut pembebasan seluruh sandera yang ditangkap saat serangan teror Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober silam. Tapi, tuntutan terkait pembebasan sandera ini tidak terkait dengan tuntutan gencatan senjata selama Ramadan yang berakhir pada 9 April mendatang.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Resolusi itu juga menekankan "kebutuhan mendesak untuk memperluas aliran bantuan kemanusiaan ke seluruh Jalur Gaza,” serta menyerukan "pencabutan semua hambatan terhadap penyediaan bantuan kemanusiaan dalam skala besar.”
Resolusi ini sebelumnya disponsori oleh Aljazair - perwakilan blok Arab di Dewan Keamanan PBB saat ini – bersama dengan anggota-anggota tidak tetap lainnya, seperti Slovenia, Swiss, Ekuador, Guayana, Jepang, Malta, Mozambik, Korea Selatan, dan Sierra Leone.
"Rakyat Palestina sangat menderita selama lima bulan,” kata Duta Besar Aljazair untuk PBB, Amar Bendjama.
"Pertumpahan darah ini sudah berlangsung terlalu lama. Sudah menjadi kewajiban kita untuk mengakhirinya. Akhirnya, Dewan Keamanan mengambil tanggung jawab,” tambahnya.
Sementara itu, utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, mengatakan bahwa resolusi tersebut perlu menjadi "titik balik” dalam mengakhiri perang di Gaza.
"Ini harus menjadi tanda akhir dari serangan ini, dari kekejaman terhadap rakyat kami,” katanya sambil menahan air mata.
Hamas, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh AS, Uni Eropa (UE), Inggris dan beberapa negara lainnya, menyambut baik resolusi tersebut. Mereka mengatakan bahwa resolusi tersebut "menegaskan kesiapan untuk segera melakukan pertukaran tahanan di kedua belah pihak.”
AS abstain, apa kata Israel?
Abstainnya AS dalam resolusi ini menandai adanya perubahan sikap dari Washington sejak hampir enam bulan perang di Gaza berlangsung.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut abstainnya AS sebagai sebuah "kemunduran yang jelas” dari posisi sebelumnya, dan mengatakan bahwa tindakan tersebut "merusak upaya perang dan upaya untuk membebaskan sandera.”
"Hal ini memberikan harapan kepada Hamas bahwa tekanan internasional memungkinkan mereka menerima gencatan senjata tanpa pembebasan warga kami,” katanya.
Netanyahu pun langsung membatalkan rencana kunjungan delegasi Israel ke Washington, yang diketahui dari sebuah pernyataan dari kantornya yang berbunyi: "Mengingat perubahan posisi Amerika, Perdana Menteri Netanyahu memutuskan delegasi tersebut tidak akan pergi.”
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, membantah bahwa sikap abstain AS mewakili "pergeseran kebijakan.” Ia menjelaskan bahwa AS mendukung gencatan senjata tetapi abstain karena teks tersebut tidak memuat kecaman terhadap Hamas.
"Kami sangat kecewa karena mereka tidak datang ke Washington, DC, untuk melakukan pembicaraan terkait alternatif yang layak selain turun ke Rafah,” katanya kepada wartawan. Pernyataan Kirby tersebut mengacu pada rencana Israel untuk melakukan serangan darat ke kota Rafah di Gaza Selatan.
"Tidak ada yang berubah mengenai pandangan kami bahwa serangan darat besar-besaran di Rafah adalah kesalahan besar,” tambahnya.
Jerman lega, Prancis serukan gencatan senjata permanen
Saat berbicara di Kairo, Mesir, pada Senin (25/03) waktu setempat, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, juga mengatakan bahwa "tidak boleh ada serangan besar-besaran di Rafah.”
Baerbock mengaku "lega” dengan diloloskannya reolusi gencatan senjata di Gaza. "Setiap hari itu berarti,” ujarnya.
Sementara itu, Prancis mendesak agar upaya untuk sebuah gencatan senjata permanen segera dimulai.
"Krisis ini belum berakhir. Dewan kita harus tetap bergerak dan segera kembali bekerja. Setelah Ramadan, yang berakhir dalam dua minggu, mereka harus melakukan gencatan senjata permanen,” kata perwakilan Prancis di PBB, Nicolas de Riviere.
Dalam kesempatan terpisah, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyambut baik diadopsinya resolusi tersebut dengan mengatakan: "Implementasi resolusi ini sangat penting untuk melindungi semua warga sipil.”
gtp/rs (AFP, Reuters, AP, dpa)