1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialAfrika Selatan

Ekspansi BRICS: Apa Artinya Bagi Masa Depan Afrika?

25 Oktober 2024

KTT BRICS di Kazan, Rusia, telah berakhir dan menghasilkan keputusan untuk memperdalam hubungan ekonomi antar negara anggota. Hubungan Afrika dengan negara-negara BRICS pun meningkat, khususnya sebagai mitra dagang.

https://p.dw.com/p/4mD9p
Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa di sela-sela KTT BRICS di Kazan, Rusia, 22 Oktober 2024.
Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa di sela-sela KTT BRICS di Kazan, Rusia, 22 Oktober 2024.Foto: Sputnik/Mikhail Metzel/Pool via REUTERS

Mesir dan Ethiopia untuk pertama kalinya berpartisipasi dalam KTT BRICS. Aliansi yang awalnya beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan ini secara bertahap menjadi sebuah badan yang lebih besar setelah menyambut Iran, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) ke dalam keanggotaannya.

Presiden Rusia Vladimir Putin pada sesi penutupan BRICS di kota Kazan, Rusia, mengatakan bahwa semua negara yang bergabung dengan blok ini "memiliki aspirasi dan nilai-nilai yang sama serta visi tatanan global demokratis yang baru.”

KTT tiga hari yang berakhir pada Kamis (24/10) juga menyediakan sebuah platform bagi negara-negara anggota untuk mendiskusikan rencana-rencana untuk memperdalam kerja sama keuangan dan mengembangkan alternatif bagi sistem pembayaran yang didominasi oleh negara-negara Barat.

Para kepala negara anggota menghadiri KTT BRICS di Kazan, Rusia, 24 Oktober 2024
Para kepala negara anggota menghadiri KTT BRICS di Kazan, Rusia, 24 Oktober 2024Foto: Iranian Presidency/ZUMA/picture alliance

Posisi Afrika di tengah ekspansi BRICS

Memperluas kelompok BRICS adalah sesuatu yang menurut banyak ahli akan membantu negara-negara Afrika untuk memposisikan diri mereka di dunia.

"Saya melihat banyak negara Afrika yang bergabung karena Afrika menginginkan kekuatan dunia baru yang akan menggoyahkan kekuatan global yang sudah ada dan beberapa negara (juga) bergabung karena berbagai alasan, termasuk untuk meningkatkan ekonomi dan perdagangan mereka,” kata Dr. Michael Ndimancho, analis politik dari University of Douala di Kamerun, kepada DW.

A. L. Kitenge Lubanda, analis urusan Kongo, mengatakan kepada DW bahwa negara-negara kaya sumber daya alam seperti Republik Demokratik Kongo (RDK) harus bergabung dengan BRICS untuk mendapatkan banyak manfaat.

"Anda tahu, saat ini, bahan-bahan strategis, dan semua bahan tambang lainnya yang membuat Cina kuat, berasal dari RDK," tambahnya.

Afrika telah lama memiliki hubungan dengan negara-negara Barat, tetapi kemunculan Cina dan Rusia, anggota utama BRICS, telah mengurangi pengaruh Barat selama beberapa dekade terakhir.

Beberapa analis mengatakan bahwa keanggotaan Afrika Selatan dalam BRICS telah memberikan harapan kepada banyak negara Afrika untuk menjadi bagian dari kekuatan global yang baru.

Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphos berbicara dengan Presiden Cina Xi Jinping, dan Perdana Menteri India Narendra Modi, pada KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, tahun 2023
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphos berbicara dengan Presiden Cina Xi Jinping, dan Perdana Menteri India Narendra Modi, pada KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, tahun 2023Foto: Themba Hadebe/AP Photo/picture alliance

Apa yang ditawarkan BRICS kepada Afrika?

"BRICS membawa dinamika baru, yang belum pernah dilihat oleh orang Afrika selama beberapa waktu terakhir. Ingatlah bahwa orang Afrika berurusan dengan sistem lama. Sebuah sistem yang telah mereka kenal melalui perbudakan, perdagangan budak, kolonialisme, imperialisme, dan lainnya,” kata Ndimancho.

Afrika Selatan mengatakan bahwa mereka menghargai persahabatan dengan Moskow.

"Kami terus melihat Rusia sebagai sekutu yang berharga, sebagai teman yang berharga yang mendukung kami sejak awal, sejak zaman perjuangan kami melawan apartheid,” kata Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dalam sebuah pertemuan bilateral dengan Putin pada malam sebelum KTT.

Menurut Ndimancho, berkat tawaran kesepakatan perdagangan bilateral dari Rusia dan Cina, Afrika bisa ikut memposisikan diri dalam tatanan dunia baru.

"Cina memikat Afrika dengan fakta bahwa mereka tidak datang dengan kecenderungan kolonial, mereka datang untuk bisnis. Mereka menawarkan ekonomi yang sangat dibutuhkan oleh Afrika.”

Dalam satu dekade terakhir, terjadi peningkatan dalam hal komersial dan strategis antara Afrika dan negara-negara BRICS, yang merupakan mitra dagang dan investor baru di Afrika.

"Kami belum pernah memiliki serikat Eropa yang mengusulkan masuknya negara Afrika ke dalam kemitraan mereka, jadi BRICS yang masuk ke Afrika adalah contoh untuk menunjukkan bahwa Cina, Rusia, dan para mitra memiliki itikad baik," kata Ndimancho.

Risiko negara-negara Afrika bergabung dengan BRICS

Peluang-peluang tersebut diikuti beberapa risiko, termasuk kesepakatan-kesepakatan perdagangan yang tidak menguntungkan serta berpotensi mematikan manufaktur dan produktivitas di Afrika.

"Cina membayar lebih sedikit (dalam hal bea masuk), dan ini adalah gambaran yang sama di seluruh Afrika di mana Cina dapat mengirimkan produknya ke Afrika, hampir bebas impor dan ini membunuh produksi lokal, ini membunuh ekspor,” tambah Ndimancho.

Afrika telah meluncurkan platform perdagangan bebas untuk mendorong perekonomian negara-negara Afrika. Namun, ada kekhawatiran bahwa pertumbuhannya dapat terganggu jika Afrika tidak tertarik dengan ekspansi BRICS.

"(Negara-negara) Afrika tidak bisa semuanya bergabung dengan BRICS. Mereka harus terlebih dahulu dan terutama dapat berkolaborasi dan melakukan bisnis.”

Namun, analis urusan Kongo, A. L. Kitenge Lubanda, berpendapat bahwa negara-negara Afrika dapat bergabung dengan BRICS dan tetap memperkuat semua hubungan geopolitik lainnya baik di benua tersebut maupun dengan Barat.

"Kita bisa berada di BRICS dan memiliki hubungan geopolitik dengan Barat tanpa masalah,” katanya.

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris