Elit Khmer Merah: Ada Pembagian Tanggung Jawab
30 Mei 2013“Saya tidak sedang mencoba untuk menghindari tanggung jawab saya,” kata Nuon Chea, 86, yang membantah tuduhan kejahatan perang, genosida dan kejahatan atas kemanusiaan, katanya di depan pengadilan Phnom Penh yang digelar atas dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB.
“Sebagai seorang pemimpin, saya harus bertanggung jawab atas kerusakan yang telah terjadi, sebuah bahaya bagi bangsa saya,” kata dia sambil mengungkapkan “belasungkawa paling dalam” kepada para keluarga korban yang bersaksi di persidangan tentang hilangnya orang-orang yang mereka cintai di bawah rezim yang menjalankan eksperimen tentang Marxisme dengan cara brutal.
Mengaku Tidak Tahu
Pada saat sama Nuon Chea mengatakan bahwa ia tidak menyadari semua tindakan Khmer Merah karena ia memainkan peran di bagian pendidikan dan propaganda.
“Sementara untuk bagian pemerintahan, saya tidak punya kekuasaan apapun. Jadi tentang apa yang terjadi selama periode Khmer Merah – ada hal-hal yang jelas saya ketahui, tapi untuk hal-hal lain, saya tidak menyadarinya,” tambah dia.
Nuon Chea, adalah pemimpin paling senior yang masih hidup dari era “Killing Fields”, saat ini menghadapi pengadilan bersama-sama bekas kepala pemerintahan Khmer Merah Khieu Samphan, 81, yang juga menolak tuduhan atas kejahatan perang, genosida dan kejahatan melawan kemanusiaan.
Khieu Samphan di hadapan pengadilan hari Kamis mengatakan bahwa pada saat itu dia tidak menyadari “penderitaan luar biasa” rakyat Kamboja selama pemerintahan Khmer Merah.
Dia juga mengungkapkan “permohonan maaf yang tulus” kepada para korban sambil pada saat bersamaan mencoba memisahkan dirinya dari tindakan yang pernah diambil rezim pada masa lalu.
Rezim Brutal
Dipimpin “Saudara Nomor Satu” Pol Pot, yang mati pada tahun 1998, rezim Khmer Merah yang berkuasa sejak 1975-1979 “menghapus” hampir seperempat populasi Kamboja melalui praktek pembunuhan dan kerja paksa, serta mengakibatkan kelaparan yang membuat hampir dua juta orang tewas pada masa itu, demi menegakkan utopia tentang sebuah Negara agraris.
Salah satu pendiri rezim brutal ini, Ieng Sary mati pada Maret lalu di usia 87 tahun, lolos dari hukuman pengadilan atas perannya dalam rezim teror yang ingin menciptakan hanya satu kelas dalam masyarakat yakni kelas petani, dengan membunuh kelas menengah dan memaksa mereka yang tinggal di kota untuk pindah menjalani kerja paksa ke desa.
ab/ek (afp/ap/dpa)