EU Cabut Embargo Senjata atas Suriah
28 Mei 2013Embargo senjata Uni Eropa berakhir Sabtu (01/06/13) tengah malam. Menteri luar negeri dari 27 negara UE tidak berhasil menyepakati langkah bersama setelah berunding 13 jam. Kemungkinan ekspor senjata bagi pemberontak di Suriah nantinya akan diputuskan secara terpisah oleh setiap negara, demikian dinyatakan Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle, Senin malam (27/05/13). Tetapi mereka sepakat, hanya pemberontak yang tergabung dalam Koalisi Nasional yang akan mendapat senjata, dengan tujuan untuk melindungi warga sipil.
Pokok utama sengketa adalah pertanyaan, apakah pemberontak Suriah akan diberikan senjata. Terutama Inggris dan Perancis menuntut pencabutan embargo senjata bagi pemberontak. Dengan cara itu, Inggris dan Perancis hendak meningkatkan tekanan terhadap Assad, agar berunding serius dengan oposisi pada konferensi perdamaian di Jenewa, yang direncanakan AS dan Rusia. Austria menolak sepenuhnya pencabutan embargo, sedangkan Jerman dan Belanda tidak setuju menetapkan penolakan sepenuhnya. Keduanya memandang pengiriman senjata dengan skeptis, tetapi menginginkan fleksibilitas di masa depan, jika situasi di Suriah semakin memburuk.
Austria, Finlandia, Swedia dan negara-negara lainnya khawatir, jika pemberontak dipersenjatai oleh UE, konflik antara pemberontak dan pasukan Bashar al Assad akan tambah meruncing. Di samping itu juga ada kekhawatiran, senjata bisa jatuh ke tangan warga militan Islam, yang memperjuangkan tujuannya sendiri di Suriah.
Sanksi-sanksi lain diperpanjang setahun. Termasuk di dalamnya: sanksi di bidang ekonomi dan keuangan, juga sanksi berupa larangan masuk Uni Eropa bagi wakil pemerintah di Damaskus dan anggota keluarga Assad.
Sengketa Pendapat antar Anggota
Sengketa embargo senjata picu pertengkaran antar negara Eropa. Belanda menyatakan, Eropa tidak dapat membiarkan Assad menggunakan berbagai senjata dalam menghadapi rakyatnya sendiri. Perancis menyinggung adanya kecurigaan samakin besar, bahwa tentara Assad menggunakan gas beracun. Belanda juga menambahkan, Eropa yang selama ini tidak mengambil tindakan mendorong ekstremisme di negara itu. Tetapi Belanda juga melihat tuntutan pengiriman senjata sebagai bagian strategi diplomatis, sebelum konferensi internasional Suriah di Jenewa, Juni mendatang.
Tetap berlangsungnya sanksi ekonomi dinilai sebagai keberhasilan. Dengan susah payah, pejabat urusan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton menekankan bahwa pertikaian disebabkan semua pihak memiliki maksud baik. "Semua pihak punya tujuan terhormat, mencari cara bagaimana melindungi rakyat Suriah."
Tetapi itu semua tidak dapat menutupi terpecah-belahnya Uni Eropa dalam masalah Suriah. Sebelumnya dalam sejumlah perundingan menteri luar negeri, jarang pendapat tiap pihak disampaikan secara keras dan terbuka seperti dalam perundingan Senin (27/05/13) di Brussel.