Fatah dan Hamas Sepakati Pemerintahan Transisi
7 Februari 2012Fatah dan Hamas setelah berunding intensif selama dua hari di Qatar, Senin (06/02) menyepakati sebuah pemerintahan transisi bersama, yang dipimpin presiden Mahmud Abbas. Dengan kesepakatan rekonsiliasi itu, hambatan terpenting dalam proses pemilihan umum di kawasan Palestina dapat disingkirkan.
Pemerintahan otonomi Palestina juga mengharapkan, dengan rekonsiliasi itu akan dapat diraih pengakuan luas bagi eksistensi Palestina di PBB. Akan tetapi Israel menilai, perujukan itu akan semakin mempersulit digelarnya kembali perundingan perdamaian.
Israel mengecam
PM Israel, Benjamin Netanyahu bereaksi segera, dengan mengritik kesepakatan rekonsiliasi antara Fatah dengan Hamas itu. Israel mengkategorikan Hamas sebagai organisasi teroris. Sementara Hamas tidak mengakui hak eksistensi Israel. Netanyahu memperingatkan Abbas, sikapnya yang mendua, antara perundingan damai dan merangkul kelompok yang tidak mengakui Israel, tidak akan sukses.
Netanyahu mengeluarkan ancaman : “Jika presiden Abbas mewujudkan apa yang ditandatangani di Doha, ia meninggalkan jalan perdamaian dan bergabung dengan musuh perdamaian. Anda tidak dapat meraih keduanya. Tinggal pilih, kesepakatan dengan Hamas atau perdamaian dengan Israel.“
Positif tapi hati-hati
Sementara itu, masyarakat internasional bereaksi positif tapi hati-hati menanggapi kesepakatan rekonsiliasi di Palestina itu. Petugas urusan luar negeri Uni Eropa, Catherine Ashton menyatakan, rekonsiliasi dan upaya menggelar pemilu di Palestina, merupakan tahapan penting dalam langkah menuju perundingan damai dengan Israel. Uni Eropa juga yakin, dukungan terhadap pemerintahan otonomi akan dilanjutkan. Syaratnya, pemerintahan baru harus mewajibkan diri menghentikan aksi kekerasan dan mengakui hak eksistensi negara Israel.
Sekjen PBB, Ban Ki Moon dalam percakapan telefon dengan presiden Mahmud Abbas mengingatkan, rekonsiliasi dengan Hamas, jangan sampai menghentikan perundingan damai dengan Israel. Jurubicara sekjen PBB mengatakan, Ban juga menegaskan, rekonsiliasi di Palestina dan perundingan damai dengan Israel, jangan dianggap sebagai kontradiksi dan kesepahaman eksklusif.
AS menanggapi secara hati-hati kesepakatan rekonsiliasi dan pembentukan pemeríntahan transisi bersama di Palestina itu. Jurubicara kementrian luar negeri di Washington, Victoria Nuland mengatakan, pihaknya memerlukan informasi lebih rinci mengenai kesepakatan bersangkutan. Senada dengan Uni Eropa, AS juga menegaskan persyaratan, dihentikannya aksi kekerasan dan pengakuan bagi sebuah negara Israel.
Dalam kesepakatan rekonsiliasi disetujui, para menteri dalam pemerintahan transisi bersama, akan terdiri dari para pakar independen dan bukan politisi karir. Namun belum dipastikan, kapan pemerintahan transisi akan bertugas. Fatah dan Hamas menyepakati, pemilu parlemen dan presiden di Palestina akan digelar bulan Mei mendatang.
Agus Setiawan (dapd/dpa/afp/ap)
Editor : Edith Koesoemawiria