Bekerja Tapi Jadi Tunawisma di Hongkong
26 Januari 2018Punya kerja tapi terpaksa tidur di kolong jembatan. Inilah yang harus dilakoni Cheung Mu-Gun, warga Hongkong berusia 72 tahun. Walau sudah renta, Cheung masih rajin bekerja di sebuah toko penjual daging beku di pasar. Namun gajinya tidak cukup untuk menyewa apartemen layak.
Cheung tidak sendirian. Data resmi pemerintah Hongkong menyebut ada sekitar 1.000 orang dengan kondisi itu. Tapi data NGO komunitas menunjukkan jumlah lebih banyak lagi.
Belum terhitung orang-orang yang punya rumah, tapi tinggal berdesak-desakan di "rumah peti mati" atau "rumah kandang". Inil adalah rumah dengan ukuran amat kecil, tanpa jendela, tanpa WC, yang biasanya dihuni dan disewa beberapa orang, agar terbayar tarif sewanya yang selangit.
Sebagai ilustrasi mahalnya harga sewa rumah di bekas koloni Inggris itu, sebuah apartemen baru berukuran 23 meter persegi, yang dilengkapi kamar mandi di dekat pasar Mongkok yang terkenal, dibanderol 12.000 HK dolar per bulan. Sementara gaji Cheung sebagai pembantu toko daging hanya 10.000 HK Dolar per bulan.
Boleh tidur di McDonald
Fenomena menarik yang membuatv trenyuh, adalah makin banyaknya tunawisma yang tidur di restoran cepat saji McDonald yang buka 24 jam. Manajer beberapa restoran hamburger ini mengizinkan tunawisma tidur di bangku restoran.
Aktivis komunitas Ng Wai-Tung menyatakan berterima kasih kepada restoran cepat saji McDonald yang mengizinkan tunawisma numpang tidur di dalam restoran. "Tapi ini sebetulnya tanggung jawab pemerintah Hongkong, dan bukan beban perusahaan swasta, memberi solusi masalah tunawisma." Ng juga mengritik pemerintah Hongkong yang bersikap pasif.
Namun ketidakseimbangan antara tawaran dan permintaan, justru makin meroketkan harga rusun atau apartemen di Hongkong. Saat ini di pulau seluas 1.100 kilometer persegi itu hidup sekitar 7 juta warga. Jadi barangsiapa masih bisa menyewa sepetak rusun di Hongkong, mereka boleh merasa bahagia karena tidak harus jadi tunawisma.
as/vlz(rtr)