WEF: Asia Tenggara Perlu Revolusi Pendidikan
3 Juni 2016Kebiasaan lebih banyak menghafal ketimbang pemecahan masalah secara kreatif masih menjadi praktik umum di banyak sekolah dan perguruan tinggi Asia Tenggara. Itulah kritik dan kesimpulan kalangan eksekutif dan politisi yang berkumpul di Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Kuala Lumpur.
"Kita perlu revolusi di bidang pendidikan," dkata ketua CIMB Bank, Nazir Razak. Sekitar 500 peserta berdiskusi selama dua hari di Malaysia mengenai tantangan yang muncul dari teknologi digital dan komunikasi di kawasan ini.
"Tantangan kami adalah untuk membuat generasi berikutnya mampu menghadapi revolusi industri jilid empat," kata Menteri Pendidikan Indonesia Anies Baswedan.
"Siswa kami berada di abad ke-21, tetapi guru-guru sekolah berhenti di abad 20, bahkan di abad ke-19," tandasnya.
Sekarang, sekitar 2,9 juta guru di Indonesia akan mendapat pelatihan bagaimana menggunakan teknologi komunikasi mutakhir di dalam kelas. Guru masa depan bukan lagi pengajar, yang meneruskan aoa yang mereka ketahui, tetapi lebih berperan sebagai penyalur pengetahuan dan informasi.
Sepuluh negara yang tergabung di ASEAN dengan lebih dari 620 juta penduduk ingin tumbuh dan berkembang menjadi pemain ekonomi utama dunia, seperti Cina. Tapi memang masih ada kesenjangan besar di bidang pendidikan. Negara tuan rumah Malaysia termasuk negara yang maju dan berhasil, dengan sekitar 30 juta penduduk.
Pemerintah Malaysia antara lain berharap pada Jerman dan investasi asing yang terus meningkat, kata Menteri Perdagangan Malaysia Mustapa Mohamed kepada kantor bwerita Jerman DPA.
"Jerman adalah salah satu mitra utama kami, di sini ada beberapa perusahaan Jerman, terutama di sektor semikonduktor dan manufaktur khusus alat-alat medis." Mustapa Mohammed juga melihat potensi besar dalam bidang energi berkelanjutan dan di sektor farmasi.
Dua pertiga dari penduduk ASEAN berusia di bawah 35 tahun. Dan banyak penduduknya sudah menggunakan smartphone. Peluang untuk ikut bersaing di era digital cukup baik, kata kalangan pengusaha.
"Pertanyaannya adalah, bagaimana sekarang kita bisa mengarahkan para pengguna teknologi canggih ini menjadi orang-orang yang mengembangkan aplikasi sendiri?" kata direktur Intel di Asia Tenggara, Prakash Mallya. Kuncinya adalah: pendidikan yang lebih baik, pungkasnya.
hp/ap (dpa, rtr)