310710 Gay Games Köln
1 Agustus 2010Berpakaian warna warni dengan suasana yang ceria, 25 ribu pengunjung dari berbagai lintas kehidupan di seluruh dunia menghadiri pembukaan Gay Games International ke-8. Acara pertandingan olah raga dan budaya alternatif yang terbesar di dunia dibuka di Köln, Sabtu malam (31/07). Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle menyampaikan sambutan pembuka pada perhelatan yang menampilkan 35 jenis olahraga untuk dipertandingkan. Penyanyi musik soul Taylor Dayne dari Amerika Serikat Taylor menyanyikan hymne Gay Games “Facing A Miracle”. Penyelenggara menyebut bahwa Gay Games memang merupakan miracle atau mujizat kecil yang diikuti oleh 10 ribu peserta dari 70 negara.
Relawan Gay Games Michael Klein, yang bertindak sebagai jurubicara stadiun menuturkan, "Pertandingan olah raga yang diselenggarakan oleh para transgender, lesbian dan gay ini ditandai oleh tekad besar untuk melaksanakan yang terbaik. Di sini tumbuh rasa kebersamaan yang dibarengi oleh keinginan untuk berolahraga serta merayakan jati diri sebagai gay atau lesbi, dan ini menimbulkan rasa keterikatan yang sangat kuat."
Olahraga yang dipertandingkan termasuk sepakbola, volley, bela diri, bowling hingga permainan kartu, seperti Bridge. Terpenting dalam acara ini, adalah semua bisa turut gembira.
Bagi kota Köln, yang memiliki organisasi olah raga Gay dan Lesbian terbesar di Eropa, Gay Games juga menunjukkan perjuangan hak kaum gay, lesbian dan transgender. Apalagi di banyak negara, para partisipan ini seringkali masih menghadapi diskriminasi dan tekanan apabila preferensi seksual mereka diketahui umum. Menurut wakil direktur Gay Games, Michael Lohaus, "Masalah besar dihadapi oleh misalnya anggota militer Amerika Serikat. Mereka sangat takut apabila namanya muncul dalam daftar peserta yang bisa dilihat di Internet." Akibat rasa takut itu, banyak peserta terpaksa menggunakan nama palsu agar tidak dikenali. Penyelenggara juga menetapkan aturan pemotretan yang ketat, agar usai pertandingan para peserta tidak terancam ketika pulang ke tanah airnya.
Inilah salah satu hal yang mendorong Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle untuk menyatakan, bahwa kaum gay, lesbian dan transgender akan bersama-sama melanjutkan perjuangannya, agar tak satupun orang di seluruh dunia harus merasa takut untuk mengakui pilihan seksualnya. Tak adanya pengakuan terhadap hak gay, lesbian dan transgender di berbagai negara juga mendorong penyelenggara untuk membantu sekemampuannya untuk menghadirkan para olahragawan ini. Sekitar 150 peserta menerima bantuan finansial untuk biaya perjalanan dan pendaftaran.
Menurut Lohaus, "Kami secara sadar memfokus Eropa Timur untuk itu. Sudah bertahun-tahun kami membaca, bagaimana sejumlah politisi mengunjungi negara-negara Timur untuk menunjukkan dukungannya pada hari gay, lesbi dan transgender internasional. Lalu, kami juga melihat bagaimana peserta pawai gay menghadapi serangan dan cemoohan. Masalah ini terjadi bukan di tempat yang jauh, tapi di depan kami di negara tetangga yang di Eropa juga. Karenanya kami berusaha keras, agar saudara-saudara dari Eropa Timur itu bisa hadir, agar nantinya bisa kembali ke negaranya dengan tenaga baru untuk memperbaiki kehidupan para gay dan lesbi di negaranya."
Gay Games mulai digelar awal tahun 80-an, sebagai pertandingan olah raga alternatif yang bebas diskriminasi. Penyelengara Gay Games di Köln melanjutkan tradisi itu, dengan harapan bisa lebih jauh meningkatkan rasa percaya diri para peserta. Inisiator Gay Games Tom Waddel bisa legamendengar ini. Waddell memperjuangkan sebuah pesta oleh raga yang bebas dari diskriminasi. Olahragawan Amerika Serikat ini dulu, secara terbuka mengakui bahwa ia gay, ketika mengikuti pertandingan Olympiade. Mengikuti tradisi Olympiade, Gay Games diselenggarakan setiap empat tahun, dan sudah pernah digelar di San Francisco, New York dan Sydney.
Frank Gerhardt / Edith Koesoemawiria
Editor: Andriani Nangoy