Gelombang Panas Berpotensi Ciptakan Kerugian Besar di India
1 Juni 2023Gelombang panas sehangat 45 derajat Celcius yang melanda India sejak beberapa pekan terakhir semakin membebani warga. Sepanjang bulan Mei, Departemen Meteorologi India (IMD) sudah berulangkali menerbitkan peringatan bahaya panas di sejumlah negara bagian. Suhu ekstrem diklaim belum akan menghilang hingga hujan datang.
Musim hujan diprediksi akan terlambat tahun ini dan baru akan tiba pada pekan pertama Juni. "Benar, temperatur di sejumlah tempat telah melampaui batas suhu panas normal," kata D S Pai, seorang ilmuwan di IMD.
Suhu udara saat ini memaksa sebagian besar warga berdiam di dalam rumah. Nasib berbeda dirasakan buruh miskin dan berupah rendah yang kebanyakan harus bekerja di udara terbuka. Sebab itu, sektor konstruksi termasuk yang paling rentan terdampak gelombang panas.
"Sebagian besar populasi kami sangat rentan terhadap gelombang panas karena minimnya kepemilikan perlengkapan seperti penyejuk ruangan, serta rendahnya tingkat literasi dan akses air bersih dan sanitasi," ujar Sunita Narain, Direktur Pusat Ilmu Pengetahuan dan lingkungan di New Delhi.
Gelombang panas ikut berimbas terhadap kesehatan penduduk. April silam, setidaknya 13 orang meninggal dunia, sementara 12 orang harus dirawat di rumah sakit lantaran terpapar suhu ekstrem. Sebuah riset oleh sekelompok pakar meteorologi bahkan mencatat gelombang panas menyebabkan lebih dari 17.000 korban jiwa selama 50 tahun terakhir.
Prediksi dan tren masa depan
Musim panas di India berlangsung dari April hingga Juni. Namun temperatur rata-rata tercatat semakin tinggi dalam beberapa dekade terakhir. Faktanya, seluruh Asia Selatan dianggap sangat rentan terhadap dampak krisis iklim.
Awal bulan Mei lalu, lembaga akademis World Weather Attribution, menyimpulkan betapa potensi terjadinya gelombang panas di Asia Selatan meningkat 30 kali lipat akibat perubahan iklim. Mereka mencatat, suhu rata-rata di kawasan padat penduduk itu sudah meningkat dua derajat Celcius dibandingkan temperatur dari era pra-industri.
Jika tren kenaikan temperatur rata-rata berlanjut, suhu udara akan sedemikian panas sehingga bisa mengganggu proses pendinginan alamiah di dalam tubuh, kata Krishna Achutarao, seorang professor di Pusat Ilmu Atmosfger di Indian Institute of Technology. Fenomena itu bisa mengarah pada stres dan keletihan akut, hingga kematian.
"Gelombang panas yang sekarang saja sudah mematikan, dan studi menunjukkan bahwa krisis iklim tidak hanya menaikkan temperatur, tetapi juga tingkat kelembapan, dengan indeks panas setinggi 2 derajat Celcius lebih panas ketimbang tanpa perubahan iklim," kata dia.
Solusi jangka panjang
Abinash Mohanty, ilmuwan iklim di organisasi pembangunan dunia, IPE-Global, mengatakan gelombang panas teranyar di India merupakan "contoh klasik" betapa krisis iklim berdampak buruk pada kehidupan manusia.
"India akan kehilangan 34 juta lapangan kerja pada 2030 hanya karena gelombang panas. Produktivitas pertanian akan menurun. Hasilnya adalah gangguan pada ketahanan pangan, rantai suplai dan ekonomi," ujarnya. "Waktunya sudah datang untuk mendukung aksi iklim lokal di penjuru distrik dan kota yang mengalami gelombang panas."
Ilmuwan di seluruh dunia mengimbau diambilnya langkah drastis untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan menghadang kenaikan suhu rata-rata. Menurut Bank Dunia, India merupakan produsen CO2 terbesar ketiga di dunia. Tapi jejak emisi per kapita masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara industri maju.
Komitmen iklim sebabnya harus diperkuat, ketika laju kenaikan rata-rata suhu Bumi sedang mengarah ke level 2,7 derajat Celcius di atas level pra-industri. Kenaikan setinggi itu diprediksi akan menempatkan dua miliar penduduk Bumi jauh di luar batas zona iklim nyaman, tulis ilmuwan dalam laporan Nature Sustainability pekan lalu. Dari jumlah tersebut, setidaknya 600 juta orang hidup di India.
Roxy Matthew Koll, ilmuwan iklim di Indian Institute of Tropical Meteorology, mengatakan India harus mulai mengumpulkan data-data terkait untuk mengidentifikasi kawasan yang paling rentan. Menurutnya, langkah itu diperlukan demi menjamin kebijakan yang efektif dan tepat guna.
"India membutuhkan visi jangka panjang, di mana kita punya seperangkat kebijakan yang membantu kita mengelola jam kerja, infrastruktur publik, sekolah, rumah sakit, hunian, transportasi dan pertanian agar bisa menghadapi gelombang panas berikutnya." rzn/hp