Gen Z Pastikan Suara Mereka Didengar di Pemilu Sela AS
14 November 2022Prihatin dengan masalah akses legal untuk aborsi dan lingkungan, lonjakan pemilih muda terlihat di pemilihan umum (pemilu) midterm atau pemilu sela Amerika Serikat. Lonjakan ini kemungkinan telah membantu perolehan suara Demokrat, sehingga berhasil menggagalkan "kemenangan besar" Partai Republik seperti diperkirakan semula oleh jajak pendapat sebelum pemilu.
"Hidup itu liar!" Dengan kata-kata inilah Maxwell Frost, 25, merayakan kemenangannya dalam pemilu sela kali ini. Setelah memenangkan pemilihan Kongres partai Demokrat di Florida, Maxwell Frost menjadi anggota pertama dari Generasi Z yang menjabat.
"Perspektif yang saya bawa sebagai orang muda, sebagai pemuda kulit hitam, sebagai pemuda Latin kulit hitam dari Selatan, ini penting," kata Frost dalam wawancara dengan The New York Times.
Meskipun definisi Gen Z bervariasi, para peneliti dan media cenderung menggolongkan generasi ini sebagai mereka yang lahir pada pertengahan hingga akhir 1990-an hingga awal 2010-an. Sebuah studi oleh Pew Research, sebuah think tank yang berbasis di Washington, menemukan bahwa Gen Z lebih beragam secara etnis daripada generasi sebelumnya. Mereka memiliki kekhawatiran yang lebih besar tentang masa depan dan lebih progresif dan propemerintah.
Seberapa besar pengaruh Gen Z?
Lembaga riset independen di Universitas Tufts yang berfokus meneliti keterlibatan orang muda sipil dalam bernegara di AS, Circle, melihat bahwa tahun ini tingkat keterlibatan para pemilih muda menjadi salah satu yang tertinggi yang pernah ada dalam pemilu sela AS.
Circle memperkirakan bahwa 27% warga berusia antara 18 dan 29 telah menggunakan hak suara mereka. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan titik tertinggi sebelumnya yakni 30% pada pemilu sela 2018. Sementara pada dekade sebelumnya, partisipasi pemilih muda berkisar sekitar 20%.
Circle melihat tren yang jelas di antara kaum muda dalam "meningkatkan partisipasi pemilu mereka, memimpin gerakan, dan membuat suara mereka didengar utamanya pada isu-isu kunci yang memengaruhi komunitas mereka," tulis organisasi itu dalam sebuah analisis.
Cenderung pilih Demokrat
Partisipasi pemilih pemula ini diperkirakan telah membantu "menahan gelombang merah" yang sebelumnya diharapkan terjadi dalam pemilu sela kali ini, menurut para analis.
Pemilih muda cenderung mendukung Demokrat dengan margin yang besar. Sekitar 63% memilih Demokrat pada pemilu sela 2022, menurut CNN National House Exit Poll. Kecenderungan memilih Partai Demokrat bahkan lebih menonjol di kalangan pemilih dengan latar belakang Afrika-Amerika dan Latin dalam kelompok usia ini.
Circle mengatakan bahwa suara kaum muda "terbukti sangat penting" dalam beberapa pemilu penting di masing-masing negara bagian di AS. Di Pennsylvania, misalnya, John Fetterman dari Demokrat menang dengan selisih tipis.
Data Circle menunjukkan bahwa 70% anak muda berusia antara 18 dan 29 tahun memilih kandidat dari Partai Demokrat, ini adalah persentase yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
"Orang-orang muda sekali lagi membuktikan bahwa mereka akan memilih dan memengaruhi hasil pemilu," kata Kei Kawashima-Ginsberg dari Circle dalam sebuah pernyataan.
Dalam pidatonya pada hari Kamis (10/11) Presiden AS Joe Biden juga secara khusus berterima kasih kepada kaum muda atas suara mereka. Diketahui bahwa peringkat persetujuan nasional Biden di antara para pemilih muda turun secara signifikan sejak ia menjabat.
Namun ada pula pengamat yang berpendapat lain tentang pemilih muda. Pakar data David Shor dari Blue Rose Research, misalnya, memperingatkan agar tidak melebih-lebihkan pentingnya pemilih pemuda pada tahun ini. Ketika jumlah pemilih dari semua kelompok umur meningkat, penting untuk melihat tidak hanya jumlah pemilih muda tetapi juga proporsi suara pemuda sebagai persentase dari total suara yang diberikan, ujarnya.
Lebih termotivasi oleh isu
Terlepas dari kecenderungan untuk memberikan suara mereka kepada Partai Demokrat, para pemilih muda ini lebih termotivasi oleh isu daripada partai politik.
"Ada banyak permasalahan dalam surat suara yang dipedulikan kaum muda," kata Avo Mateo, 24 tahun, kepada DW dalam sebuah wawancara dari New York. Mateo telah berbicara dengan ratusan anak muda di bulan-bulan menjelang pemilu sela. Ia berupaya untuk mendidik mereka tentang bagaimana, kapan, dan mengapa mereka harus memilih.
Hak-hak reproduksi dan akses aborsi adalah beberapa isu yang menjadi lebih penting dalam pemilu ini. Tiga perempat dari penduduk berusia 18 sampai 29 tahun di AS percaya aborsi harus legal dalam semua atau sebagian besar kasus. Ini terungkap dalam jajak pendapat yang diambil sebelum Mahkamah Agung memilih untuk membatalkan hak konstitusional terhadap aborsi.
Isu ini penting bagi Katelyn Kovach, 19, yang pertama kali memilih dalam pemilu sela. "Langkah mundur tidaklah masuk akal," ujar Kovach kepada DW. "Perampasan hak tersebut adalah sangat konyol menurut saya. Benar-benar mengecewakan." Dia ingin suaranya didengar.
Banyak orang seusia Kovach juga merasakan hal yang sama. Menurut sebuah analisis oleh Institut Politik di Universitas Harvard, kaum muda sangat peduli dengan perlindungan iklim, perlindungan demokrasi dan inflasi. Sdangkan orang-orang muda yang cenderung memilih Partai Republik menyatakan sangat prihatin tentang ekonomi, menurut analisis yang sama.
Gen Z ingin membuat perubahan
"Kami ingin membuat perubahan. Kami adalah pembuat perubahan," ujar Mateo. Baginya, Gen Z adalah generasi yang ingin memastikan suaranya didengar dan membuat negara mereka lebih baik di masa depan.
"Kami ingin menemukan cara bagi orang-orang untuk berkumpul dan menemukan solusi, alih-alih melanjutkan kondisi tidak adanya tindakan yang telah terjadi dalam waktu yang sangat lama sepanjang sejarah Amerika."
Gen Z membentuk sekitar 20% dari total populasi di AS, tapi lebih dari setengah Gen Z belum cukup umur untuk memilih. Para ahli telah memperkirakan bahwa generasi ini akan terus memastikan agar suara mereka terdengar di masa depan. ae/hp