1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Gereja Katolik di Jerman Perkuat Pelayanan bagi Kaum Queer

10 Desember 2024

Di sebuah keuskupan di München di selatan Jerman, kaum LGBTQ+ kini memiliki narahubung mereka sendiri untuk pelayanan pastoral. Namun, umat paroki ingin melihat lebih banyak lagi pelayanan bagi mereka.

https://p.dw.com/p/4nxEK
Pasangan LGBTQ.
Gereja Katolik Jerman ingin membuka diri terhadap komunitas LGBTQ+Foto: Lars Heidrich/Funke Foto Services/imago images

Keuskupan Agung Katolik di Negara Bagian Bayern, tepatnya di München-Freising pada tanggal 1 Desember menata ulang cara pelayanannya kepada kaum queer, dengan menciptakan "jaringan keuskupan nasional untuk perawatan pastoral kaum queer," yang dilayani oleh petugas pelayanan yang terlatih khusus.

Ruth Huber, yang mengepalai pusat administrasi keuskupan agung yang bertanggung jawab atas perawatan pastoral dan kehidupan gereja, mengatakan ini adalah "langkah besar lainnya" menuju inklusi kaum queer. Ia mengatakan lebih anjut, keuskupan agung menyambut kaum queer ke dalam gereja Katolik dan berusaha menciptakan "ruang yang lebih aman" bagi mereka di dalam gereja.

Hingga akhir November lalu, Gereja St. Paul di München mempersembahkan pameran potret berformat besar dari 14 kaum queer — individu yang telah terlibat dalam inisiatif #OutInChurch, yang menyerukan perubahan sikap terhadap karyawan gereja queer.

Lebih banyak kebaktian gereja

München-Freising bukanlah keuskupan pertama di Jerman yang menawarkan pelayanan pastoral semacam ini. Beberapa keuskupan lain, seperti di Freiburg, Trier, dan Berlin, telah menyelenggarakan kebaktian semacam itu. Akan tetapi, gereja di Freising dianggap sebagai salah satu keuskupan agung terpenting di Jerman, karena Paus Benediktus XVI (Joseph Ratzinger) di sana menjabat sebagai uskup agung dari tahun 1977 hingga 1982.

Sejak Februari, Ludger Schepers telah menjadi perwakilan Komisi Pastoral Konferensi Waligereja Jerman untuk komunitas queer. Schepers, uskup pembantu Essen, mengatakan kepada DW bahwa ia telah bekerja selama enam tahun di bidang pelayanan pastoral bagi kaum queer ini, meskipun "tanpa mandat resmi."

Schepers mengatakan, jaringan baru di München merupakan langkah positif. Akan tetapi, ia menambahkan bahwa "tidak semua keuskupan dapat menangani masalah ini dalam skala yang sama dengan keuskupan agung besar, seperti di München atau Freiburg."

Schepers yakin keuskupan harus membangun jaringan, dan memiliki beberapa saran untuk perbaikan sehari-hari. "Pada prinsipnya, staf gereja setempat diharapkan lebih peka terhadap pilihan kata-kata mereka dan memastikan bahwa keprihatinan jemaat ditanggapi dengan serius. Tidak boleh ada diskriminasi," katanya.

Melawan diskriminasi

Kurang dari dua tahun lalu, gereja Katolik Jerman meliberalisasi undang-undang ketenagakerjaan bagi sekitar 790.000 karyawan gereja dan Caritas, sebuah konfederasi organisasi layanan Katolik, setelah bertahun-tahun menerima keluhan tentang diskriminasi.

Liberalisasi ini berarti gereja Katolik telah mengumumkan niatnya untuk berhenti menyelidiki kehidupan pribadi karyawannya dan berhenti memecat orang yang menjalin hubungan sesama jenis.

Di Keuskupan Agung München-Freising, layanan pastoral baru ini dimaksudkan untuk menawarkan layanan pastoral bagi kaum queer, serta bagi kerabat mereka. Tujuh belas pengasuh pastoral telah memenuhi syarat untuk layanan ini.

Salah satunya adalah Franziska Ilmberger, yang bekerja di Kapel Universitas München. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar lokal, Abendzeitung, ia mengatakan bahwa menjadi seorang Kristen, baginya, berarti membela "ketika orang-orang diperlakukan tidak adil."

Ilmberger berpendapat bahwa kaum queer mengalami banyak ketidakadilan dalam hidup mereka, dan dihakimi karena siapa yang mereka cintai. Ia mengatakan pesan Yesus menentang diskriminasi semacam itu.

Kevin Hellwig, seorang karyawan gereja berusia 29 tahun, bertunangan dengan pasangan sesama jenisnya. Ia menyambut baik pembentukan jaringan baru itu, dan menyebutnya "sangat bagus".

"Kami menjangkau orang-orang yang telah menjauh dari gereja selama puluhan tahun dan berabad-abad," ujar Hellwig kepada DW.

Namun, ia mengatakanlebih lanjut,  "gereja Katolik tidak dapat mengharapkan kaum gay dan lesbian akan datang mengetuk pintu gereja." Sebaliknya, ia meyakini, gereja harus pergi ke tempat orang-orang LGBTQ+ tinggal dan bekerja, dan berbicara dengan mereka.

Hellwig merasa penting juga bagi gereja untuk mengambil sikap terhadap mereka di dalam gereja yang memiliki pandangan ekstremis sayap kanan, dan menunjukkan kebencian terhadap kehidupan LGBTQ+.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Reformasi akan terus berlanjut

Uskup Pembantu Schepers mengatakan, anggota gereja "di tingkat akar rumput" umumnya tampak lebih maju daripada lembaga gereja, dalam hal kehidupan kaum queer.

Ia menekanka, setiap orang adalah ciptaan Tuhan. "Dan cara dia saat ini, hanyalah cara hidup yang dianut, tidak ada yang namanya 'lebih' atau 'kurang' bermartabat." Namun Schepers mengakui bahwa keterbukaan baru ada di tingkat akar rumput, tidaklah cukup.

Schepers mengatakan, teks-teks gereja "harus ditinjau berdasarkan wawasan saat ini, dalam hal teologi moral, dan etika." Ia merasa Komite Sinode — yang mempromosikan dialog dalam gereja dan bersidang setiap bulan Desember — harus fokus pada topik ini dalam waktu dekat.

Namun, Kevin Hellwig menginginkan lebih banyak perubahan. Misalnya, berkenaan dengan moralitas seksual Katolik, "tindakan homoseksual tetap merupakan dosa. "Tidak ada yang berubah sama sekali," katanya. Meskipun layanan pastoral diperluas, Hellwig menganggap aturan gereja yang tidak berubah itu "mengecewakan."

Baginya, jaringan baru itu hanya memberikan harapan untuk lebih banyak perubahan. "Gereja perlu bergerak lebih jauh," katanya. Mungkin jaringan baru pengasuh pastoral memang akan meneruskan tekanan ini — ke atas.

Artikel ini diadaptasi dari DW bahasa Jerman.