Hong Kong Hukum Jurnalis atas Tuduhan Penghasutan
30 Agustus 2024Dua mantan editor di media Stand News yang kini sudah tidak beroperasi, pada Kamis (30/08) dinyatakan bersalah atas konspirasi untuk menerbitkan materi yang menghasut, sebuah kejahatan yang dapat berujung pada hukuman penjara yang lama.
Kasus ini dipandang sebagai indikasi masa depan kebebasan media bagi Hong Kong di bawah kekuasaan Cina, yang diambil alih kembali pada 1997.
Stand News adalah salah satu dari sedikit media terakhir di kota tersebut yang secara terbuka mengkritik pemerintah di tengah penindasan terhadap perbedaan pendapat yang terjadi setelah protes pro-demokrasi besar-besaran pada 2019.
Dua jurnalis yang dihukum tersebut, mantan pemimpin redaksi Stand News Chung Pui-kuen dan mantan pemimpin redaksi sementara Patrick Lam, ditangkap pada Desember 2021.
Keduanya kini dinyatakan bersalah, dengan sanksi hukum akan diputuskan pada 26 September.
Meskipun Chung dan Lam didakwa di bawah undang-undang era kolonial yang menghukum hasutan dengan hukuman penjara maksimal dua tahun, undang-undang keamanan baru yang diberlakukan pada Maret 2024 meningkatkan hukuman penjara untuk hasutan menjadi tujuh tahun.
Hong Kong: Bekas benteng kebebasan media
Hukuman bersejarah pada Kamis itu terjadi di tengah semakin ketatnya pembatasan terhadap kebebasan berekspresi di bekas koloni Inggris di bawah kendali Beijing.
Kota ini, yang pernah dianggap sebagai salah satu tempat paling bebas di dunia untuk media, telah turun dari peringkat ke-18 pada 2002 menjadi peringkat ke-135 tahun ini dalam indeks kebebasan media global oleh Reporters Without Borders.
Kantor Stand News pernah digeledah dan asetnya dibekukan pada akhir 2021 di bawah undang-undang keamanan yang ketat yang diberlakukan oleh Beijing untuk menekan perbedaan pendapat.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Uni Eropa mengkritik putusan tersebut, menyerukan Hong Kong untuk "berhenti mengadili jurnalis."
"Putusan ini berisiko menghambat pertukaran ide yang pluralistik dan aliran informasi yang bebas, yang keduanya merupakan landasan dari kesuksesan ekonomi Hong Kong," kata seorang juru bicara Uni Eropa.
Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller menulis di platform X bahwa hukuman tersebut adalah "serangan langsung terhadap kebebasan media" dan merusak reputasi internasional kota tersebut untuk keterbukaan.
Reporters Without Borders juga mengutuk putusan tersebut, mengatakan bahwa ini menciptakan "preseden berbahaya," sementara direktur Amnesty International untuk China, Sarah Brooks, mengatakan bahwa hukuman tersebut adalah "paku terakhir di peti mati" untuk kebebasan pers di kota tersebut.
Meningkatnya Swasensor
Dalam sebuah wawancara dengan DW, Tom Grundy, salah satu pendiri dan pemimpin redaksi situs berita independen Hong Kong Free Press, mengatakan bahwa putusan hakim tersebut akan berdampak besar pada apa yang dipublikasikan oleh media di Hong Kong.
"Setiap ruang berita sekarang akan terpengaruh dan harus memikirkan dengan matang tentang penulis yang mereka miliki di situs web mereka dan apa yang akan mereka tulis," katanya, menunjuk pada peringatan tentang kebebasan media yang dikeluarkan setelah vonis bersalah oleh beberapa organisasi hak asasi manusia, termasuk Amnesty International.
Dia menilai bahwa ancaman hukuman dapat menjadi lebih parah di Tengah vonis hasutan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim. Itu berarti, Chung dan Lam bisa saja menjalani hukuman penuh yang akan dijatuhkan pada 26 September mendatang.
rs/hp (AP, Reuters)