HRW: Perlindungan Hak-Hak LGBT di Indonesia Terancam
11 Agustus 2016Sentimen anti LGBT di Indonesia makin meningkat, terutama setelah Menteri Pendidikan Tinggi Muhammad Nasri melarang kegiatan kelompok LGBT di kampus-kampus di seluruh Indonesia. Sejak itu, makin banyak institusi dan organisasi yang berlomba-lomba mendeklarasikan pelarangan kegiatan serupa di lingkungan mereka.
Sejak itu, berbagai intimidasi sampai serangan fisik terjadi terhadap kelompok LGBT. Diamnya Presiden Joko Widodo, yang sama sekali tidak bersuara menyentuh isu ini, membuat situasinya makin memprihatinkan. Bahkan pemerintah tidak ingin ada diskusi tentang hak-hak LGBT.
"Hak-hak warga seperti mendapat pendidikan dan mendapat KTP itu dilindungi, tapi tidak ada ruang untuk dukungan terhadap gerakan LGBT," kata jurubicara pemerintahan Jokowi, Johan Budi, kepada kantor berita AFP.
Bulan Februari lalu, polisi menindak aksi pro-LGBT di kota Yogyakarta. Sementara kelompok-kelompok yang menyuarakan retorika kekerasan dibiarkan, kata Human Rights Watch (HRW) yang berkantor pusat di New York.
"Tindakan diskriminatif pejabat dan lembaga-lembaga negara di Indonesia telah menunjukkan dengan gamblang dalam dan luasnya prasangka pemerintah," kata Kyle Knight, peneliti hak asasi HRW.
Presiden Jokowi hingga saat ini tidak bersuara. Kyle Knight mengatakan, beberapa pejabat tampaknya bertindak tidak sejalan dengan janji kampanye Jokowi yang tadinya ingin mempromosikan toleransi, pluralisme dan dialog antara warga.
"Pada saat kaum LGBT di Indonesia membutuhkan perlindungan dan dukungan, pemerintahan Jokowi meringkuk dalam menghadapi para militan," demikian disebutkan dalam laporan HRW mengenai situasi di Indonesia.
Seorang pria gay berusia 25 tahun mengatakan kepada HRW, dia merasa diperlakukan "seperti anjing" di negaranya. "Saya tidak merasa aman dengan melihat semua pernyataan-pernyataan yang menuntut LGBT dihabisi' di media sosial," kata dia seperti dikutip HRW.
Di Provinsi Aceh, pemerintahan lokal mendesak kalangan bisnis agar tidak mempekerjakan warga dengan orientasi LGBT.
Dalam laporan HRW juga disebutkan, beberapa kelompok dan organisasi yang berkaitan dengan LGBT terpaksa menutup kantornya atau menghentikan kegiatan karena para stafnya mendapat ancaman.
"Dampak retorika anti LGBT dari kalangan pemerintahan sangat besar bagi kegiatan kami. Bagi mereka, yang sudah bekerja begitu keras dan mengambil risiko besar dengan menyatakan secara terbuka orientasinya, ini adalah langkah mundur yang besar," kata seorang aktivis lesbian di Indonesia Timur kepada HRW.
Mahkamah Konstitusi di Indonesia saat ini sedang mempertimbangkan sebuah kasus peninjauan hukum yang diajukan oleh sekelompok akademisi konservatif. Mereka menuntut agar orientasi LGBT ditetapkan sebagai tindakan pelanggaran hukum, dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara. Belum ada putusan mengenai tuntutan ini.
hp/rn (dpa, afp, epd)