Negara Bagian di India ini Menginginkan Warganya Banyak Anak
12 November 2024Tahun lalu, India menyalip Cina dan menjadi negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan jumlah penduduk sekitar 1,45 miliar jiwa.
Selama beberapa dekade, pertumbuhan penduduk yang pesat dipandang sebagai tantangan besar, dan pemerintah di New Delhi terus menekankan pengendalian populasi.
Pada tahun 2019, Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan, populasi yang besar menghambat pembangunan negara, dan mendesak pemerintah negara bagian untuk mengatasi masalah tersebut.
Namun, beberapa pemimpin politik di India kini khawatir tentang masalah yang sebaliknya — tingkat kesuburan yang menurun dan tidak cukupnya jumlah kelahiran untuk memastikan populasi yang stabil.
'Seruan untuk lebih banyak anak'
Nara Chandrababu Naidu, kepala menteri negara bagian Andhra Pradesh di selatan India, baru-baru ini mengubah fokusnya dari mempromosikan pengendalian populasi, menjadi justru mendorong keluarga untuk memiliki lebih banyak anak.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Dia bahkan mengusulkan undang-undang yang akan mengizinkan hanya mereka yang memiliki dua anak atau lebih untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum lokal.
Beberapa hari kemudian, kepala menteri lainnya, M.K. Stalin, dari negara bagian tetangga Tamil Nadu, menyuarakan pemikiran serupa dan juga mendesak orang-orang di sana untuk memiliki lebih banyak anak.
Selama beberapa dekade, Andhra Pradesh, Tamil Nadu, dan negara bagian India lainnya secara aktif mempromosikan keluarga kecil, mendorong orang untuk membatasi diri mereka sendiri dengan dua anak. Jadi, mengapa para pemimpin politik dari India selatan sekarang mendorong keluarga yang lebih besar?
Penurunan besar dalam tingkat kesuburan
Angka kelahiran di India telah menurun drastis selama seabad terakhir.
Angka tersebut tetap konsisten dari tahun 1880 hingga 1970, dengan statistik yang menunjukkan bahwa perempuan di India memiliki rata-rata 5,7 hingga 6 anak selama hidup mereka.
Namun pada tahun 2022, angka reproduksi ini telah turun menjadi sekitar 2,01 anak per perempuan, di bawah apa yang disebut tingkat penggantian — angka yang dibutuhkan untuk menstabilkan populasi.
"Negara-negara Eropa seperti Prancis dan Inggris membutuhkan waktu lebih dari 200 tahun untuk menurunkan angka kelahiran mereka, sementara AS membutuhkan waktu sekitar 145 tahun," kata Srinivas Goli, seorang profesor demografi di Institut Internasional untuk Ilmu Kependudukan, kepada DW. "Namun, di India, perubahan ini terjadi hanya dalam waktu 45 tahun. Kecepatan transisi ini menjadi perhatian terbesar."
Karena penurunan angka kelahiran yang cepat ini, India juga mengalami peningkatan populasi lansia lebih cepat dari yang diperkirakan. "Meskipun saat ini terdapat lebih banyak orang usia kerja, meningkatnya jumlah lansia dapat menimbulkan tantangan di masa mendatang," ujar Goli.
Angka kelahiran di India Selatan setara dengan negara-negara Nordik
Meskipun tingkat kelahiran yang rendah menjadi perhatian yang terus berkembang di seluruh India, negara-negara bagian selatan khususnya merasa paling khawatir.
Lima negara bagian selatan India, yakni Tamil Nadu, Kerala, Andhra Pradesh, Telangana, dan Karnataka, dengan jumlah penduduk gabungan lebih dari 240 juta orang — menghadapi penurunan tajam dalam tingkat kelahiran, jauh di bawah rata-rata nasional sebesar 2,01.
India adalah negara pertama yang mengadopsi kebijakan keluarga berencana nasional pada tahun 1950-an, untuk mengendalikan ledakan penduduknya. "Negara-negara bagian selatan mengadaptasi kebijakan ini dengan sangat ketat," kata Goli. Ia menambahkan bahwa negara-negara bagian seperti Andhra Pradesh dan Tamil Nadu sekarang memiliki tingkat kelahiran yang sebanding dengan negara-negara Nordik di Eropa. Misalnya, pada tahun 2023, tingkat kelahiran Finlandia adalah 1,3 menurut PBB.
Namun, ada perbedaan yang mencolok dalam status ekonomi.
"Dalam hal pendapatan per kapita atau indikator pembangunan manusia, India tertinggal jauh di belakang negara-negara lain," kata Goli. "Misalnya, pendapatan per kapita Andhra Pradesh 22 kali lebih rendah daripada Swedia." Selain konsekuensi ekonomi, negara bagian selatan juga bergulat dengan dampak politik akibat menurunnya angka kelahiran.
"Angka kelahiran yang lebih rendah di selatan berarti pertumbuhan populasi yang lebih lambat dibandingkan dengan negara bagian utara. Hal ini dapat ber´dampak pada pengaruh politik mereka, karena kursi di parlemen dan pendanaan federal didasarkan pada jumlah populasi," kata Jeyaranjan.
Di India, negara bagian menerima bagian dari pendapatan pemerintah yang dihasilkan dari pajak pusat, seperti pajak penghasilan dan pajak perusahaan, berdasarkan faktor-faktor seperti populasi, kebutuhan fiskal, dan indikator sosial ekonomi lainnya seperti pendapatan per kapita.
Akibatnya, dengan populasi yang lebih kecil dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi, negara bagian selatan menerima lebih sedikit pendanaan dan bagian anggaran, sehingga mereka dirugikan.
Akankah lebih banyak anak menyelesaikan masalah tersebut?
Goli berpendapat, para pemimpin politik yang mendorong angka kelahiran yang lebih tinggi mungkin bukan solusi yang efektif untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh menurunnya angka kelahiran.
"Melahirkan menjadi semakin mahal, sehingga menjadi tantangan bagi keluarga untuk membesarkan anak sambil memenuhi standar hidup modern," jelasnya, menggarisbawahi mengapa banyak pasangan ragu untuk memiliki anak.
Pakar tersebut mengatakan India dapat mengekang penurunan angka kelahiran dengan memastikan kesetaraan gender dan menerapkan kebijakan kerja-keluarga yang mendukung. Namun, ia menekankan bahwa pembalikan tren secara menyeluruh hampir mustahil.
"Tidak ada negara di dunia yang berhasil membalikkan angka kelahiran setelah mencoba selama beberapa dekade."
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris