Indonesia Ikut 17 Negara PBB Yang Tolak Hak LGBT
12 Oktober 2016Kelompok 17 negara itu dipimpin oleh Belarus memblokir rencana PBB untuk memasukkan hak-hak masyarakat lesbian, gay dan transgender (LGBT) dalam strategi perkotaan yang sedang disusun oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Kanada yang didukung oleh Uni Eropa, Amerika Serikat dan Meksiko, sebelumnya mendorong adanya pengakuan hak-hak LGBT dan penolakan homofobia. Usulan Kanada diajukan dalam sebuah risalah yang akan dibahas pada konferensi PBB di Ekuador minggu depan.
Agenda kebijakan baru PBB yang disebut "New Urban Agenda" akan berisi berbagai rekomendasi untuk mengatasi tantangan dari perkembangan pesat perkotaan dunia. Agenda ini diharapkan akan diadopsi pada Konferensi Habitat III di Quito, Ekuador sebagai pedoman untuk pembangunan perkotaan yang berkelanjutan selama 20 tahun ke depan.
PBB melihat pengakuan hal-hak masyarakat LGBT sebagai langkah signifikan. Sampai saat ini, di 76 negara hubungan sama jenis masih diancam sanksi hukum. Di tujuh negara, homoseksualitas bahkan diancam dengan sanksi hukuman mati.
Menurut laporan kantor berita Reuters, kampanye penolakan hak LGBT dipimpin oleh Belarus dan mendapat dukungan antara lain dari Indonesia, Rusia, Mesir, Katar, Pakistan dan Uni Emirat Arab.
Jurubicara pemerintah Kanada Josh Buecker mengatakan, negeranya "berjuang keras" untuk memasukkan hak-hak LGBT dan pengakuan tentang meluasnya homofobia terhadap mereka.
"Kami tidak dapat berbicara atas nama negara-negara lain dalam negosiasi untuk deklarasi "New Urban Agenda". Sayangnya, masyarakat LGBT memang sering diabaikan," kata Bueckert kepada kantor berita Reuters.
Dalam draft yang sekarang beredar hanya disebutkan di bagian "Call for Action", hingga kini masih ada kelompok masyarakat di kota-kota yang sering diabaikan dan dirampas hak-haknya, antara lain perempuan dan anak perempuan, orang cacat, masyarakat adat, warga tunawisma, pengungsi dan pemuda - tapi tidak disebutkan warga LGBT.
Pembahasan draft New Urban Agenda telah diadakan selama berbulan-bulan di berbagai tempat. Pertemuan terkahir antara lain digelar di Surabaya Juli lalu dan di New York Agustus lalu. Pertemuan terkahir minggu depan di Ekuador akan dihadiri oleh sekitar 30.000 anggota delegasi
Pemerintah Indonesia bulan Agustus lalu menyatakan bahwa "tidak ada ruang" untuk gerakan LGBT di negara itu. Selama pertemuan di Surabaya, muncul usulan baru untuk memasukkan formulasi "ramah keluarga" dari delegasi Belarus, yang kemudian didukung oleh Rusia dan Mesir.
Dalam rancangan yang diajukan Belarus disebutkan, keluarga adalah bentuk alamiah dan merupakan bagian fundamental dari sebuah masyarakat. "Kami yakin hak-hak asasi perempuan dan laki-laki, anak-anak dan orang tua serta penyandang cacat dapat dipromosikan dan dilindungi terbaik dalam lingkungan keluarga," demikian disebutkan.
Ellen Woodsworth, ketua Women Transforming Cities International Society mengatakan, "Sungguh sulit dipercaya bahwa dokumen seperti ini tentang perkembangan kota tidak bisa memuat perlindungan terhadap diskriminasi bagi orientasi seksual."
Di banyak negara, masyarakat LGBT tidak hanya diabaikan dalam perkembangan kota, melainkan juga mengalami kekerasan yang ekstrem, katanya.
hp/yf (rtr)