Indonesia Jadi Ladang Sampah, Kebijakan Harus Diperketat
Setelah Cina pada tahun 2018 melarang seluruh importasi plastik, negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia, menerima banyak kiriman sampah plastik yang tercemar yang sulit atau tidak mungkin didaur ulang.
Kiriman sampah ilegal
Desa Bangun di Mojokerto, Jawa Timur, mendapat selundupan ribuan ton sampah dan limbah berbahaya beracun setiap bulan. Setidaknya hal itulah yang diungkapkan oleh koalisi lingkungan setempat kepada media The Australian. Tumpukan sampah tersebut terdiri dari plastik supermarket, kemasan susu dari karton, hingga kaus kaki.
Cina larang impor plastik, Indonesia jadi sasaran
Australia menjadikan Indonesia sebagai tujuan ekspor sampah terbesar setelah Cina melarang importasi sampah plastik tahun 2018. Dari data Greenpeace, pengekspor sampah plastik terbesar ke Indonesia adalah Inggris dengan 67.807 ton antara Januari dan November 2018, diikuti oleh Jerman dengan 59.668 ton dan Australia dengan 42.130 ton.
Celah kebijakan
LSM Balifokus mengklaim bahwa peraturan Menteri Perdagangan tahun 2016 tentang impor limbah tidak berbahaya dan beracun memungkinkan pihak-pihak tertentu untuk menyelundupkan limbah "yang tidak dibutuhkan" ke Indonesia. Hal ini memungkinkan impor plastik, logam dan kertas untuk mendukung industri lokal, hanya dengan persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saja.
Salah kelola
"Celah ini telah digunakan (oleh beberapa perusahaan) untuk mengimpor limbah plastik berbahaya, eksportir dilaporkan telah memasukkan sampah plastik yang tidak dapat didaur ulang ke dalam paket impor," kata Insinyur Lingkungan Balifokus Yuyun Ismawati. Menurut Balifokus, 25 hingga 40 persen limbah impor di Jabodetabek dan Jawa Timur dikelola secara salah (dibuang di ladang terbuka atau dibakar).
Ubah mata pencaharian
Sawah-sawah di Desa Bangun berubah jadi ladang sampah. Masyarakat beralih profesi menjadi pemulung sampah untuk disetor kepada pabrik tahu yang menggunakannya untuk bahan pembakaran. Produsen tahu memilih sampah karena harganya lebih murah dibanding kayu. Namun, efek asap dan polusinya lebih jauh berbahaya.
Konvensi Basel akan bantu negara penerima sampah?
Sebelumnya sejumlah 187 negara pada 10 Mei 2019 telah memutuskan untuk mengendalikan krisis perdagangan plastik di Konvensi Basel. Amandemen dalam Perjanjian Basel akan meminta eksportir untuk memperoleh persetujuan dari negara penerima sebelum limbah yang tercemar, bercampur atau sampah plastik yang tidak dapat didaur ulang dikirim ke negara tujuan. yp/hp (asiaone, antara, dailymail)