Iran dan Pakistan Pulihkan Hubungan Diplomasi
27 April 2021Pembukaan perbatasan dan kemudahan perdagangan diharapkan bisa mengawali cairnya hubungan antara Pakistan dan Iran. Relasi kedua negara jiran mendingin sejak beberapa tahun terakhir. Separatisme dan terorisme lintas batas, serta dukungan bulat Islamabad terhadap musuh bebuyutan Iran, Arab Saudi, selama ini menghambat upaya pendekatan.
Kini Iran dan Pakistan ingin menggunakan perdagangan lintas perbatasan sebagai pondasi normalisasi hubungan diplomasi. Harapannya, pertumbuhan ekonomi akan membantu meredakan situasi di Balochistan, di mana kelompok separatis melancarkan perang kemerdekaan dari Pakistan.
Pemerintah di Teheran mengaku sudah melakukan banyak langkah untuk memperbaiki hubungan "dengan sahabat dan tetangga kita, Pakistan," kata Menteri Transportasi dan Tata Kota Iran, Muhammad Islami, Rabu (21/4). Bersama Menteri Pengadaan Pertahanan Pakistan, Zubaida Jalal, kedua negara meresmikan pintu perbatasan ketiga dan terbaru, Pishin-Mand.
"Perbatasan ini akan mengubah level perdagangan dan pertukaran barang antara kedua negara," kata Islami. "Hubungan kedua negara jiran saat ini mengalami lonjakan historis, dan peresmian dua pintu perbatasan dalam setengah tahun adalah pencapaian yang sangat penting," tutur Zubaida seperti dilansir Express Tribune.
Desember silam Pakistan dan Iran sudah sepakat membuka perbatasan Rimdan-Gabd, yang menghubungkan pelabuhan Pakistan, Gwadar, dan Chabahar di Iran. Enam pintu perbatasan lain sudah direncanakan. Perdagangan antara kedua negara saat ini berkisar USD 360 juta per tahun, lapor harian Dawn.
Maut di perbatasan
Perbatasan antara Iran dan Pakistan membelah wilayah etnis Baloch yang mengimpikan kemerdekaan. Berulangkali kelompok separatis melancarkan serangan terhadap militer atau pejabat pemerintah di kedua negara. Sejumlah kelompok teroris kini juga mulai melebarkan sayap ke provinsi Balochistan.
Ketika Mei 2020 silam enam serdadu Pakistan tewas dalam sebuah serangan, kepala staf angkatan bersenjata Pakistan, Qamar Bajwa, menuduh milisi asal Iran bertanggungjawab. Sebaliknya Iran menuding Islamabad memelihara kelompok esktremis di kawasan itu.
"Aparat keamanan Pakistan melindungi mereka," kata bekas Komandan Garda Revolusi Iran, Muhammad Ali Jafari, mengomentari serangan bom yang menewaskan 27 serdadunya.
Pun serangan bom teranyar oleh Tahrek-e Taliban Pakistan (TTP) terhadap sebuah hotel mewah yang ditumpangi duta besar Cina di ibu kota provinsi, Quetta, turut menambah daftar muram serangan berdarah di Balochistan.
Upaya Islamabad dan Teheran meredakan ketegangan di Balochistan terasa mendesak ketika Afghanistan sedang mengalami transformasi politik menyambut kekuasaan Taliban.
"Iran dan Pakistan sebagai dua negara tetangga yang penting bagi Afghanistan, sebaiknya meningkatkan kerja sama untuk mempercepat proses perdamaian," kata Presiden Iran, Hassan Rouhani, dalam pembicaraan dengan Menlu Pakistan, Shah Mahmood Qureshi.
Kedua negara mendukung proses pendekatan antara Taliban dan pemerintahan demokratis di Kabul. Penarikan mundur pasukan Amerika Serikat antara lain mencuatkan tanda tanya besar perihal masa depan Afghanistan. Baik Iran atau Pakistan berkepentingan terhadap situasi keamanan yang kondunsif di Hindukush, kata Menlu Qureshi saat di Teheran.
Dia mengkhawatirkan, kebuntuan pada perundungan damai antarfaksi di Afghanistan bisa menjurus pada perang saudara, dan ujung-ujungnya eksodus massal warga keluar dari Afghanistan.
Kekhawatiran serupa diutarakan Menlu Iran, Muhammad Javad Zarif, pertengahan April lalu, dalam forum dialog yang digalang India. "Kita semua punya kepentingan yang sama, dan berbagi ancaman yang sama dari Afghanistan. Kita semua membutuhkan Afghanistan yang damai dan stabil," kata dia.
"Sebuah Afghanistan, di mana kelompok teroris bisa bebas bergerak, adalah ancaman bagi Iran, India, Pakistan, Cina, Rusia dan seluruh dunia."
rzn/gtp