Jerman Tegaskan Perlunya Zona Aman Internasional di Suriah
24 Oktober 2019Jelang pertemuan tingkat tinggi anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Jerman kritik kesepakatan yang terjalin antara Rusia dan Turki untuk mengusir para milisi Kurdi dari wilayah perbatasan Turki-Suriah.
Jerman kembali menegaskan akan perlunya prakarsa internasional seperti yang pernah disampaikan Menteri Pertahanan Jerman, Annegret Kramp-Karrenbauer.
"Adalah penting dilakukannya tindakan internasional untuk mengakhiri krisis, tidak hanya sebatas yang dilakukan Turki dan Rusia," ujar juru bicara Kanselir Jerman Angela Merkel, Steffen Seibert, kepada awak media.
"Eropa harus terlibat dengan situasi saat ini yang sedang terjadi di perbatasan benua kita, karena masalah tersebut secara langsung berimbas kepada negara-negara anggota Uni Eropa."
Menteri Pertahanan Jerman, Annegret Kramp-Karrenbauer diperkirakan akan mengajukan gagasan tersebut pada pertemuan dua hari para menteri pertahanan anggota NATO mulai Kamis (24/10) ini di Brussels.
Kramp-Karrenbauer yang santer dikabarkan sebagai penerus Merkel ini, menyampaikan bahwa pasukan internasional diperlukan untuk menciptakan zona aman di perbatasan Suriah-Turki, dimana Turki melancarkan serangannya terhap para milisi Kurdi.
Dalam wawancaranya dengan Deutsche Welle, Senin (21/10), ia mengatakan bahwa mendapatkan tanggapan yang beragam akan usulannya tersebut. Dia pun kembali mempertegas gagasannya tersebut, mengatakan bahwa zona aman itu harus dijaga oleh pasukan perdamaian PBB alih-alih hanya sebatas kesepakatan antar negara-negara termasuk Jerman, dan ini membutuhkan mandat PBB.
Rusia pun menyampaikan tidak melihat perlunya zona aman internasional di Suriah, setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata di wilayah tersebut.
Patroli Rusia dan Suriah
Rusia akan bekerja sama dengan Suriah untuk memastikan milis Kurdi YPG Kurdi mundur dari wilayah Suriah bagian utara sejauh 30 kilometer dari perbatasan Turki. Moskow telah memperingatkan bahwa, jika pasukan Kurdi tidak menarik diri, mereka akan menarik kembali kesepakatan yang tercapai dan memungkinkan pihak militer Turki untuk melanjutkan serangannya.
Sebelumnya pada Selasa (24/10) lalu, Presiden Turki Reccep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat akan penarikan mundur milisi Kurdi YPG dari wilayah perbatasan Turki-Suriah.
Moskow dan Ankara sepakat bahwa enam hari pasca kesepakatan tersebut, pasukan Rusia dan Turki akan menggelar patroli gabungan di area seluas 10 km di sepanjang perbatasan Turki-Suriah.
Kesepakatan tersebut merupakan tindak lanjut dari kesepakatan Turki sebelumnya yang diperantarai Amerika, dimana gencatan senjata selama 120 jmam telah berakhir pada Rabu malam.
Rabu (23/10), Kementerian Luar Negeri Rusia menjelaskan bahwa pasukan Turki tidak akan dikerahkan di Kota Manbij dan Kota Kobani. Penjaga perbatasan Suriah dan pasukan Rusia diketahui telah tiba di kedua kota tersebut, yang terletak di sebelah barat wilayah invasi Turki.
Sanksi dicabut
Presiden AS Donald Trump mencabut sanksi terhadap Turki, yang diberlakukan sehubungan dengan serangan Turki yang tengah berlangsung. Trump menyatakan bahwa gencatan senjata saat ini sudah "permanen."
"Biarkan orang lain yang memperebutkan pasir berdarah ini," ujar Trump dalam pidatonya di Gedung Putih.
Awal bulan ini, pasukan AS mulai menarik diri dari wilayah perbatasan Turki-Suriah, di mana mereka melakukan patroli gabungan bersama para pasukan Kurdi untuk melawan milisi ISIS. Penarikan pasukan yang dilakukan Amerika pun membuka jalan bagi Turki untuk melancarkan serangannya terhadap milisi Kurdi YPG, yang mereka klaim sebagai ancaman teroris di wilayah perbatassan mereka.
rap/hp (dpa, ap, rtr)