Jokowi Pertanyakan Manajemen PLN
5 Agustus 2019Pemadaman listrik yang terjadi di wilayah Jakarta, Banten, dan sebagian Jawa Barat pada Minggu (04/08) dimulai sekitar pukul 11.48 WIB. Setelah lebih dari enam jam, listrik di sebagian wilayah yang padam akhirnya menyala kembali. Nyala listrik di wilayah-wilayah terdampak diketahui tidak berlangsung secara serentak. Di Jabodetabek sendiri, diketahui listrik ada yang baru menyala pukul 22.00 dan 24.00 WIB. Bahkan di Dago Pakar, Kota Bandung, listrik baru kembali menyala Senin (05/08) pukul 07.00 WIB.
Padamnya aliran listrik disebabkan gangguan pada jalur transmisi Ungaran dan Pemalang 500 kilovolt (KV) di Jawa Tengah. Akibatnya, pasokan energi dari timur ke barat gagal dialirkan sehingga terjadi gangguan di semua pembangkit listrik di sisi barat Pulau Jawa.
Teguran pun disampaikan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, kepada jajaran direksi PT. PLN saat menyambangi kantor pusat PLN di Kebayoran Baru, Jakarta, Senin pagi. Jokowi menyayangkan manajeman PLN yang tidak bisa mengantisipasi padamnya listrik secara cepat.
“Peristiwa pemadaman total Minggu kemarin dan dalam sebuah manajemen besar mestinya ada tata kelola risiko-risiko yang dihadapi dengan manajemen besar harus ada contingency plan dan back up plan, pertanyaan saya kenapa itu tidak bekerja dengan cepat dan baik?” ujar Jokowi.
Jokowi menyoroti sejumlah moda transportasi publik yang pelayanannya tergangu akibat peristiwa ini, salah satunya moda raya terpadu (MRT). Mantan walikota Solo ini pun meminta PLN untuk segera memperbaiki masalah ini serta meminta agar kejadian serupa tidak terulang di waktu mendatang.
“Bapak Ibu semuanya ini ‘kan orang pintar-pintar apalagi soal listrik, sudah bertahun-tahun. Apakah tidak dihitung? Apakah tidak dikalkulasi dengan baik, sehingga kita tahu sebelumnya. Tahu-tahu drop, artinya pekerjaan-pekerjaan yang ada tidak dihitung, tidak dikalkulasi,” tegas Jokowi.
Plt. Direktur Utama PLN, Sripeni Intan Cahyani, mengaku usaha normalisasi yang dilakukan PLN memang membutuhkan waktu, sehingga menyebabkan pemadaman listrik di beberapa wilayah di Indonesia berlangsung cukup lama.
“Tidak mudah kami di dalam sistem kelistrikan ini. Ada jaringan ada pembangkit. Jadi jaringan sudah cukup siap, pembangkit satu per satu masuk, kecepatan pembangkit masuk dan pendistibusian dari 500 KV turun 150, turun 20 KV sampai ke pelanggan itu ternyata memerlukan waktu di dalam pendistribusiannya,” jelas Sripeni pasca bertemu Jokowi di kantor pusat PLN, Senin (05/08) pagi.
Kompensasi PLN
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik Rachbini, menilai bahwa kejadian padamnya listrik menunjukkan kelalaian PLN dan institusi di atasnya, yakni kementerian ESDM. Layaknya negara terbelakang, ia juga menyampaikan bahwa hal tersebut mencerminkan sistem pelayanan publik yang rapuh dan kurang berkualitas.
“Sistem manajemen kerja berdasarkan kinerja organisasi atau sistem manajemen modern yang ada sekarang sudah bisa mengantisipasi kemungkinan kerusakan atau ancaman listrik mati,” ujar Didik saat dihubungi DW Indonesia, Senin.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, berpendapat padamnya listrik di Jabodetabek menjadi sinyal buruk bagi daya tarik investasi di Indonesia. Ia pun meminta manajemen PLN untuk menjelaskan pada publik penyebab gangguan pembangkit listrik di berbagai tempat serta memberikan ganti rugi kepada konsumen.
“YLKI meminta PT PLN memberikan kompensasi pada konsumen, bukan hanya berdasar regulasi teknis yang ada, tetapi berdasarkan kerugian riil yang dialami konsumen akibat pemadaman ini,” terang Tulus saat dihubungi DW Indonesia.
Sebelumnya Sripeni menyebutkan, sesuai Peraturan Menteri ESDM, PLN akan memberikan kompensasi kepada masayrakat sesuai formulasi yang ada, mengacu pada lama padamnya listrik di setiap wilayah.
Transportasi lumpuh
Akibat peristiwa ini, tidak hanya aktivitas warga yang terganggu, tetapi layanan sejumlah moda tranportasi umum seperti Kereta Rel Listrik (KRL) dan Moda Raya Terpadu (MRT) berhenti beroperasi. Karena KRL terhenti, sejumlah penumpang terpaksa turun dari kereta dan berjalan kaki menuju tempat tujuannya.
“Dari Bekasi mau ke Senen, berhentinya dekat Jatinegara. Terus setelah 10 menit baru dibuka manual pintunya oleh petugas. Saya sempat jalan sampai stasiun Jatinegara, numpuk banget,” Ujar Dinda salah satu pengguna KRL kepada DW Indonesia.
Selain itu lampu lalu lintas di sejumlah wilayah di Jakarta juga terpantau padam dan menyebabkan kemacetan yang cukup parah. Terlebih lagi aktivitas pembayaran tol juga terpaksa dilakukan menggunakan uang tunai karena tidak bisa mengunakan kartu elektronik.
“Pas banget waktu mati di gerbang tol Citeureup menuju Jakarta, panjang antreannya. Saya ada harus nunggu 20 menitan. Gerbangnya cuma dibuka dua, terus harus bayar pakai uang cash,” ujar Adit Kepada DW Indonesia.
rap/ae (dari berbagai sumber)