Kabar Mencemaskan dari Suriah
25 Desember 2012"Mengkhawatirkan" - kata Lakhdar Brahimi soal situasi di Suriah yang carut marut didera perang saudara. Ia mengakui, pertemuannya dengan Presiden Bashar Assad baru-baru ini tidak membawa perubahan berarti bagi proses perdamaian antara pemerintah dan pemberontak.
Kunjungannya di Damaskus merupakan yang ketiga kalinya sejak Brahimi diangkat sebagai Utusan Khusus PBB dan Liga Arab. Sejak saat itu pula ia harus melihat pertumpahan darah di Suriah tanpa bisa berbuat banyak.
Pemerintah Suriah dicurigai menggunakan senjata kimia untuk menumpas pemberontakan. Serdadu pemerintah dilaporkan melemparkan granat yang menghembuskan asap putih tak berbau. Kesaksian tersebut berasal dari laporan para pemantau lokal. "Mereka mual dan mendapat sakit kepala akut ketika menghirup gas tersebut," kata seorang aktivis HAM. Sebagian dikabarkan kehilangan kesadaran atau menderita serangan epilepsi.
Enam gerilayawan pemberontak tewas akibat gas tersebut. Tidak ada laporan independen mengenai hal ini.
Pemberontakan di Suriah berkecamuk sejak hampir dua tahun. Banyak warga sipil terjebak di medan perang. Situasi kemanusiaan di negara tersebut diyakini semakin dramatis.
Para pemantau lokal yang mencatat berbagai pelanggaran HAM di Suriah meminta Komite Internasional Palang Merah untuk segera mengirimkan dokter ahli ke Homs. Kota di utara Suriah tersebut merupakan kota dengan korban tewas terbesar. Selain itu dari Homs pula berawal kabar penggunaan senjata kimia oleh pemerintah pusat.
Kabar ini dipastikan oleh Komite Koordinasi Lokal (LCC) yang dibangun oleh kelompok pemberontak. Jaringan tersebut memastikan gas beracun itu menyebabkan gangguan pernafasan dan penyempitan retina mata.
Sementara itu Rusia menyatakan pihaknya tidak mendukung sepenuhnya pemerintah Suriah. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memperingatkan Damaskus agar tidak menggunakan senjata kimia. Ini menurutnya adalah "harakiri politis." Rusia adalah sekutu terakhir Suriah dan berulangkali menghindarkan resolusi terhadap negara tersebut di Dewan Keamanan PBB.
rzn/dak (rtr,afp)