'Kampus Yahudi' Baru Resmi Dibuka di Berlin
27 Juni 2023"Ini adalah kontribusi nyata untuk masa depan yang positif. Di sinilah kami memberi contoh,” kata Rabi Yehuda Teichtal kepada DW, sambil berdiri di antara pekerja konstruksi yang tengah menyelesaikan sentuhan akhir untuk proyek terbesarnya, The Pears Jewish Campus. Kampus Yahudi di Distrik Berlin barat, Wilmersdorf, itu telah dibuka pada 25 Juni 2023.
"Kami ingin mengamankan masa depan jangka panjang yang positif dan bersemangat bagi kehidupan Yahudi di Jerman,” tambahnya.
Menurut Rabi Teichtal yang memimpin komunitas Chabad di Berlin itu, biaya konstruksi kampus mencapai €40 juta (setara Rp655 miliar). Dana tersebut terkumpul tidak hanya dari pemerintah federal Jerman dan negara bagian Berlin, tapi juga dari bisnis-bisnis besar dan perseorangan.
Sebelumnya, ketika dana untuk menyelesaikan proyek tersebut hampir habis, Rabi Teichtal sempat meluncurkan penggalangan dana secara online, dan berhasil mengumpulkan €1,5 juta (setara Rp24 miliar) dana tambahan dalam waktu 36 jam.
Tiga pilar: pendidikan, budaya, dan olahraga
"Bangunan tujuh lantai berbentuk kacang itu dicat dengan warna biru mencolok, yang melambangkan langit dan masa depan", kata Rabi Teichtal. Sementara kampus tersebut menurutnya mencerminkan tiga pilar: pendidikan, budaya, dan olahraga.
Dia menjelaskan bahwa bangunan tersebut direncanakan mampu menjadi tempat untuk berbagai keperluan, seperti tempat penitipan untuk 200 anak, sekolah untuk 350 siswa/i, gedung olahraga, bioskop, perpustakaan, aula musik, studio, bahkan kafe.
Ia juga berharap fasilitas akan dikunjungi oleh mahasiswa/i Berlin tidak hanya yang beragama Yahudi, tapi dari semua agama, juga terbuka untuk turis yang datang dari Jerman atau turis asing dari negara lain.
Rabi Teichtal mengatakan fasilitas tersebut juga bisa digunakan oleh kelompok-kelompok lain yang punya inisiatif, seperti misalnya pelatihan kepemimpinan oleh polisi federal atau lembaga-lembaga lain.
"Jadi ini bukan hanya untuk mengalami sesuatu di masa lalu, tapi juga tempat untuk mengajukan pertanyaan yang dimiliki orang-orang saat ini: Apa itu Yahudi? Bagaimana mereka hidup? Hari libur apa yang mereka rayakan?” kata Teichtal.
Dengan proyek ini, gerakan Yahudi Chabad-Lubavitch juga memperkuat kehadirannya di ibu kota Jerman. Menurut Teichtal, yang sejak 2012 telah menjadi salah satu rabi Komunitas Yahudi Berlin, gerakan Chabad-Lubavitch lebih dari sekadar kelompok Ortodoks dalam Yudaisme. "Kami Ortodoks dan terbuka,” jelasnya.
Gerakan Chabad-Lubavitch berawal dari Yudaisme di Eropa Timur di akhir abad ke-18. Gerakan ini diprakarsai dan sangat dipengaruhi oleh rabi individual dan juga dinasti kerabian saat itu. Nama Lubavitxh sendiri berasal dari sebuah desa kecil di dekat perbatasan barat Rusia. Dan sejak 1940-amn, gerakan ini berpusat di Amerika Serikat, tepatnya di daerah Brooklyn, New York.
Rabi Teichtal yang saat ini berusia 51 tahun sebelumnya pindah bersama istrinya dari New York ke Berlin 25 tahun silam. Sejak itu, ia kerap mengadvokasi koeksistensi positif lintas agama.
Indikasi nyata kehidupan Yahudi di Berlin
Ide awal Teichtal untuk kampus ini sudah ada sejak tahun 2013. "Dulu itu hanya sebuah mimpi, tapi sekarang menjadi kenyataan,” katanya saat mengumumkan proyek tersebut di tahun 2018.
Keterbukaan bangunan yang disengaja ditunjukkan dalam banyak detailnya. Gedungnya dipisahkan dari properti lain bukan oleh tembok dengan keamanan tinggi, tapi oleh penghalang yang terbuat dari kaca antipeluru.
Tembok yang menghadap ke jalan, yang diperlukan untuk alasan keamanan, juga dicat dengan mural warna-warni tentang kehidupan Yahudi, oleh seorang seniman grafiti Berlin.
Sejak konstruksi dimulai, Teichtal telah mengundang banyak politisi federal berpangkat tinggi untuk berkunjung.
Seperti saat upacara peletakan batu pertama di tahun 2018, Menteri Luar Negeri Heiko Maas saat itu turut hadir. Dan saat upacara peletakan atap di tahun 2020, Menteri Keuangan saat itu (sekarang menjabat Kanselir Jerman) Olaf Scholz sempat berkata bahwa bangunan itu adalah "indikasi nyata kehidupan Yahudi di tengah Berlin.”
"Di sanalah tempatnya, di tengah masyarakat kita,” kata Scholz kala itu.
Di Berlin dan seluruh Jerman, kebangkitan kehidupan Yahudi berjalan seiring dengan ingatan kelam kehidupan Yahudi sebelum Shoah – gemosida 6 juta orang Yahudi selama era Nazi. Puluhan kerabat Teichtal ikut terbunuh di kamp-kamp konsentrasi Jerman kala itu. (gtp/as)