Kantong Plastik Ini Bisa Diminum
21 Februari 2017Seorang pengusaha di Bali merasa muak terhadap maraknya sampah plastik yang mengotori Pulau Dewata itu. Ia mencoba untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencari solusi alternatif untuk menggantikan plastik konvensional.
Lewat perusahaan Avani Eco, sang pengusaha itu kemudian memproduksi barang-barang unik: tas dari bahan dasar singkong, wadah makanan terbuat dari tebu dan sedotan dibuat dari jagung. Pendiri perusahaaan ramah lingkungan tersebut, Kevin Kumala mengatakan materi produk-produknya dapat terurai di alam dengan relatif cepat dan tidak meninggalkan residu beracun. "Saya seorang penyelam dan peselancar. Selama ini saya banyak melihat sampah plastik ini di depan mata saya," kata Kumala menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk masuk ke bisnis "bioplastik".
Kresek bisa 'diminum'
Proyeknya dimulai saat masalah sampah plastik makin merajalela di Bali dan Jawa. Berkantor pusat di Bali, dengan pabrik utamanya di pulau Jawa, produk bioplastik Avani Eco mulai dijual pada tahun 2015. Produk yang paling populer adalah tas yang terbuat dari singkong – bahan makanan yang murah dan melimpah di Indonesia - dengan kata-kata "Saya bukan plastik" yang terpampang di tas tersebut.
Kevin Kumala yang merupakan lulusan biologi, mencelupkan tas yang terbuat dari singkong ke dalam segelas air panas.
Tas itu kemudian larut dalam air dan ia pun kemudian menelan airnya. "Jadi, ini memberi harapan kepada hewan laut, mereka tidak lagi tersedak atau tertelan sesuatu yang bisa berbahaya," katanya.
Sekitar tiga ton tas yang diproduksi di pabrik per harinya dan dijual di toko-toko dan hotel, terutama di Bali dan seluruh Indonesia, tetapi juga untuk semakin banyak perusahaan di luar negeri yang menaruh minat pada produknya.
Mencari solusi atas sampah plastik
Produk bioplastik lainnya telah lama ada di pasar, namun United Nations Environment Programme (UNEP) tampak ragu akan industri tersebut. Dalam laporan tahun 2015, Badan PBB itu menyimpulkan bahwa produk bioplastik cenderung lebih mahal dan tidak memainkan peranan utama dalam mengurangi sampah laut. Meski demikian, pejabat senior UNEP Habib El-Habr, yang bekerja pada perlindungan lingkungan laut, mengakui, bioplastik adalah "solusi inovatif" yang bisa menjadi bagian dari solusi jangka panjang.
Bioplastik didefinisikan sebagai plastik yang terbuat dari bahan-bahan biologis seperti tepung jagung, lemak nabati, sementara plastik biasa yang dibuat dari gas alam atau minyak bumi.
Dikutip dari kantor berita AFP, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Tuti Hendrawati Mintarsih, mengakui ada saat ini tidak ada dana dari pemerintah secara khusus yang ditujukan untuk mengurangi sampah plastik. Namun dia mengatakan pemerintah mencoba menerapkan skema nasional, dimana toko-toko wajib mengenakan biaya pada pelanggan yang gunakan kantong plastik dari toko mereka. Skema ini telah diuji coba di berbagai kota dan telah berhasil mengurangi penggunaan.
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Yayasan Ellen MacArthur tahun 2016 memperingatkan bahwa pada tahun 2050 akan ada lebih banyak plastik daripada ikan di laut. Di Indonesia, gelombang banjir plastik di sungai dan lautan telah menyebabkan masalah selama bertahun-tahun. Saluran air di kota menjadi tersumbat, risiko banjir meningkat. Belum lagi, plastik telah menyebabkan kematian hewan laut yang menelan kemasan plastik.
Meskipun menghadapi banyak tantangan, pengusaha Kevin Kumala optimistis bahwa momok plastik di Indonesia dapat ditangani. Ia memiliki rencana untuk memperluas usahanya ke negara-negara lain di Asia Tenggara.
ap/vlz(afp)