Kashmir: Ketakutan Warga Pashtun Kehilangan Identitas Budaya
10 November 2023Terselip 80 kilometer dari jantung kota Srinagar yang ramai, Wantrag bertahan sebagai cerminan kehidupan tradisional Afganistan, di mana hampir 1.000 keluarga yang berbahasa Pashtun dengan gigih menjunjung tinggi warisan budaya mereka.
Jalanan yang berkelok-kelok melewati sawah yang baru saja dipanen dan kebun apel yang melimpah menjadi pemandangan indah saat memasuki Wantrag, yang terletak dengan megah di atas bukit di distrik Anantnag, Kashmir yang dikelola India.
Ketika memasuki desa ini, sebuah pemandangan menakjubkan terbentang. Banyak rumah berderet di tepi saluran irigasi air, pohon-pohon kenari yang tersebar di sekitar telah beralih ke pakaian musim gugur, dan papan nama toko-toko banyak dihiasi dengan tulisan Pashtun. Udara di sana beraroma musim gugur dan aroma Kabuli biryani, hidangan khas berupa nasi kukus, wortel yang dikaramelkan, kismis, dan daging domba yang diasinkan.
Meskipun aktivitas para perempuan di desa itu tidak terlihat secara langsung, para pria, baik tua maupun muda, terlihat bekerja keras di kebun apel. Anak laki-laki terlihat asyik bermain kriket di jalan yang berkelok, sementara anak perempuan yang mengenakan jilbab bersembunyi di balik tembok.
Ketakutan akan kehilangan identitas
Keengganan komunitas Pashtun untuk berbaur dengan penduduk lokal Kashmir mencerminkan pola-pola yang terlihat dalam diaspora global.
"Pelestarian identitas komunitas mana pun bergantung pada pelestarian bahasa dan budayanya, dan sayangnya, kami kehilangan keduanya," kata Bashir Ahmad Khan, seorang pensiunan guru sekolah negeri dan aktivis Pashtun, yang mengenakan pakaian tradisional Pathani, kepada DW.
Pada awal 1920-an, kakek Khan, Noor Khaliq, berkelana ke Kashmir dari wilayah Allai di Khyber Pakhtunkhwa, sebuah provinsi yang sekarang bernama Pakistan. Khaliq awalnya datang untuk berbisnis tetapi kemudian memilih untuk menetap, dan kini keturunannya merupakan bagian utama dari Wantrag.
Khaliq merupakan salah satu dari ratusan orang Pashtun yang datang ke Kashmir untuk berbisnis pada awal abad ke-20 dan memilih untuk menetap. Keturunan dari para imigran ini telah berhasil menata kehidupan mereka di sini, sekaligus menolak adanya asimilasi budaya.
Pengasingan komunitas Pashtun di Kashmir
Komunitas ini terus bergulat dengan berbagai macam perasaan keterasingan politik dan pengucilan sosial, yang masih terus membara di antara kalangan penduduk pria lansia, yang secara terbuka mengutuk perlakuan yang mereka anggap diskriminatif oleh pemerintah Kashmir yang dikelola oleh India.
"Bahasa Pashtun hanya sebatas bahasa lisan di sini, tidak ada teks-teks yang diproduksi secara lokal atau dukungan untuk memajukannya," ungkap Khan dengan kepedulian yang mengakar terhadap pelestarian identitas komunitasnya.
Pada tahun 1953, para imigran Pashtun diberikan kewarganegaraan dengan pengakuan resmi sebagai salah satu komunitas tertinggal di Kashmir India, sebuah langkah untuk mengangkat komunitas ini secara ekonomi dan sosial.
"Meskipun kami memiliki 12% jatah dalam pekerjaan di pemerintahan... kami memiliki representasi yang minim dalam lulusan sekolah," kata Khan.
Komunitas ini menerima guncangan besar setelah sebuah survei yang disponsori oleh pemerintah India pada tahun 1986 mengkategorikan Pashtun di bawah komunitas Gujjar, sehingga menciptakan sebuah rasa ketidakadilan dan menghapus identitas khas mereka, kata Khan.
Empat tahun kemudian, Komisi Mandal atau Komisi Kelas Terbelakang Sosial dan Pendidikan, SEBC, bahkan mengeluarkan mereka dari komunitas Gujjar, meninggalkan mereka tanpa pengakuan apa pun.
"Perjuangan kami untuk mendapatkan pengakuan sebagai sebuah komunitas tersendiri dan mendapatkan tempat dalam pekerjaan dan penerimaan di universitas akan terus berlanjut," kata Khan.
Pada awal berdirinya Radio Kashmir tahun 1948, stasiun radio ini menawarkan media berbahasa Pashtun, yang menyajikan program-program berita dan budaya. Pada saat itu, tidak ada bahasa daerah lain yang disiarkan di Radio Kashmir, kecuali bahasa Pashtun, kata Khan. "Sayangnya, komunitas kami terjauhkan dari pendidikan modern yang mengakibatkan hilangnya program-program Pashtun secara bertahap di radio dan televisi," tambahnya.
"Ruang dan perwakilan kami dirampas dari kami," kata Khan, menyalahkan kepentingan-kepentingan pribadi di antara kelompok Kelas Terbelakang Lainnya di Kashmir yang menghalangi bahasa Pashtun untuk masuk ke dalam radio dan televisi. "Kami dulu memiliki program berita dan budaya Pashtun di Radio Kashmir. Namun kini tidak lagi."
Asimilasi budaya Pashtun di Kashmir
Masyarakat Pashtun Kashmir, yang biasa disebut sebagai kaum Pathan Kashmir, sebagian besar tinggal di distrik-distrik Ganderbal, Baramulla, Anantnag, dan Kishtwar, dengan jumlah penduduk sekitar 40,000 jiwa.
Komunitas Pashtun tetap bertahan dalam melestarikan aspek-aspek khas dari warisan budaya mereka, terutama bahasa dan makanan. Sebuah buku saku pertama yang pernah ada, baru-baru ini diterbitkan untuk mengajarkan bahasa Pashto kepada anak-anak. Bahkan para penjahit secara khusus diarahkan untuk hanya memproduksi pakaian bergaya Pathan.
"Tetapi saat ini, kami merasa lebih terintegrasi ke dalam masyarakat Kashmir daripada mengikuti adat istiadat Afganistan. Sebagaimana budaya Pheran secara bertahap menjadi bagian dari kehidupan kami, kami kini membutuhkan dukungan politik untuk melestarikan tradisi kami," kata Khan.
Berada di persimpangan jalan
Menyerap budaya lokal Kashmir sembari mempertahankan tradisi khas Afghanistan, komunitas ini berada di persimpangan jalan, terjebak di antara penyesuaian budaya dan pelestarian warisan budaya mereka.
Pernikahan endogami dulunya merupakan norma yang menjaga budaya Pashtun tetap utuh, tetapi karena pernikahan antar komunitas menjadi lebih umum, ada kekhawatiran yang tumbuh bahwa tradisi budaya mereka akan semakin terkikis.
Walaupun adat istiadat unik dan pakaian tradisional mereka telah bertahan dari waktu ke waktu, keterlibatan masyarakat Pashtun dengan masyarakat Kashmir menjadi semakin erat, sehingga memunculkan sebuah integrasi budaya yang alami.
Namun, Khan menyimpan kekhawatiran tentang integrasi yang tak terhindarkan secara bertahap dari komunitas Pashtun ke dalam populasi mayoritas Kashmir.
"Kini, anak-anak kami berbahasa Kashmir dan warga mulai membuka diri untuk menikahkan anak-anak mereka dengan keluarga Kashmir," kata Khan, seraya mengakui bahwa, mengingat perbedaan jumlah penduduk, mayoritas masyarakat Kashmir pasti akan memberikan pengaruh budayanya seiring berjalannya waktu.
(kp/hp)