1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kaum Muda Mengambil Jarak dari Militer Mesir

Agus Setiawan20 Januari 2014

Dukungan atas konstitusi baru Mesir memperbesar kekuasaan panglima militer namun sejumlah besar generasi muda yang membantu menggulingkan dua presiden sebelumnya memilih menjauh tak ikut dalam referendum.

https://p.dw.com/p/1AteX
Ägypten Jahrestag in Kairo 2013
Foto: picture-alliance/dpa

Para pemilih Mesir lewat referendum Selasa-Rabu, 98,1 persen memilih mendukung, demikian diumumkan hari Sabtu, dan hasilnya dianggap sebagai tanda dukungan bagi Jendral Abdel Fattah al-Sisi untuk maju dalam pemilihan presiden.

Sisi memimpin upaya penggulingan atas presiden dari kelompok Islamis Mohamed Mursi pada Juli lalu menyusul protes besar-besaran menentang kekuasaannya yang kala itu baru berumur satu tahun, setelah kerusuhan 2011 yang menggulingkan pendahulunya Husni Mubarak.

Absennya kaum muda

Gerakan kaum muda yang berada di garis terdepan protes mengakhiri kekuasaan Mursi dan Mubarak tidak mengajukan keberatan ketika pemerintah bentukan militer melancarkan represi mematikan atas para pendukung Mursi.

Mereka juga tidak keberatan ketika Ikhwanul Muslimin yang mendukung Mursi dilarang dan dinyatakan sebagai sebuah organisasi “teroris“.

Namun mereka menyampaikan kemarahan ketika pemerintah yang didukung militer meloloskan sebuah peraturan November lalu yang melarang demonstrasi yang dianggap tidak sah.

Dan ini jelas terefleksi dalam pemungutan suara.

Sisi sebelumnya menyerukan pentingnya partisipasi kaum muda dalam referendum, sambil mengatakan mereka mewakili “lebih dari 50 persen“ dari 85 juta masyarakat Mesir.

Namun wartawan yang berada di tempat pemunguntan suara mengatakan bahwa anak-anak muda tidak ikut dalam pemilihan suara dan para analis membenarkan banyaknya anak muda yang menentang menjauhi tempat pemungutan suara.

Analis politik Hassan Nafea mengatakan bahwa hasil itu ”mengecewakan”.

“Generasi muda menolak berpartisipasi dalam referendum karena mereka menganggap apa yang terjadi sebagai kontra-revolusi atas revolusi Januari (menentang Mubarak),“ kata Nafea.

Kepala Komisi Pemilihan Umum Nabil Salib telah mengumumkan hari Sabtu lalu bahwa jumlah pemilih mencapai 38,6 persen dari total 53 juta pemilihan terdaftar, dengan hanya 1,9 persen memilih “Tidak” atas konstitusi baru.

Salib juga mengakui presentasi generasi muda yang tidak memilih dalam referendum terjadi karena pada saat bersamaan mereka sedang menghadapi ujian, kalau tidak maka jumlah partisipasi mereka akan lebih tinggi.

Namun Ikhwanul Muslimin dalam pernyataannya mengatakan bahwa para pemilih muda ”tidak sibuk ujian, tapi sibuk dengan demonstrasi menentang kudeta dan referendum yang tidak sah”.

Hantu era Mubarak

Sisi telah mengatakan dirinya akan maju dalam pemilihan presuden jika ada dukungan rakyat.

Jendral itu sangat popular saat jutaan orang turun ke jalan menentang Mursi, tapi di mata para Islamis ia dianggap sebagai orang yang mengkudeta presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis.

Ikhwanul Muslimin yang telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan anggotanya diburu pemerintah bentukan militer dan ribuan aktivisnya dipenjaa dan lebih dari 1.000 pendukungnya terbunuh, menolak referendum dan menyebutnya sebagai sebuah ”lelucon”.

Banyak anak-anak muda setuju, dengan alasan berbeda.

”Bagi kami ironis bahwa konstitusi itu bicara tentang kebebasan berbicara tapi mereka yang mengatakan tidak kepada konstitusi baru itu dipenjara,” kata seorang aktivis Mohamed Ghorab dari organisasi „Tolak Pengadilan Militer bagi Warga Sipil“.

“Bagi banyak orang ini mengingatkan pada rezim Mubarak yang lalu,” kata dia.

Sejumlah pemimpin muda yang aktif menggulingkan Mubarak beberapa pekan terakhir ditangkap. Termasuk diantaranya Ahmed Maher, Ahmed Douma dan Mohamed Adel, yang ditangkap Desember lalu karena menggelar demonstrasi tanpa izin -- beberapa hari setelah sebuah aturan disahkan pada bulan November yang melarang semua demonstrasi kecuali atas persetujuan polisi.

Para aktivis HAM dan para ahli menyebut ini sebagai tanda kembalinya era negara polisi sebagaimana pada masa kekuasaan Mubarak.

ab/ap (afp,ap,rtr)