Perbudakan Nelayan di Maluku
3 April 2015Indonesia berupaya mengungkap praktek perbudakan nelayan besar-besaran yang diberitakan terjadi di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku. Kantor berita AP sejak dua minggu lalu menurunkan laporan investigatif mendalam tentang perbudakan itu, yang melibatkan ribuan nelayan asal Myanmar, Kamboja dan wilayah-wilayah miskin di Thailand.
Menurut laporan AP, praktek itu dilakukan oleh sebuah perusahaan asal Thailand, yang mengekspor ikan ke seluruh dunia, termasuk ke Eropa dan Amerika Serikat. Para nelayan budak di atas kapal itu hanya mendapat sedikit makanan, tinggal di ruang kabin sempit yang mirip kandang, bahkan ada juga yang dimasukkan ke dalam sel..
Wartawan AP sempat mewawancarai sekitar 40 nelayan, yang kebanyakan berasal dari Myanmar. Kapal tersebut dioperasikan perusahaan Thailand, tapi berbendera Indonesia.
Diperlakukan seperti budak
Para nelayan menceritakan, mereka diperlakukan layaknya budak oleh majikannya, seperti ditendang dan dicambuk, atau diberi taser sengatan listrik jika pekerjaannya dianggap tidak memuaskan. Ada nelayan yang jatuh sakit dan tidak diberi obat.
Beberapa orang mengaku direkrut di Thailand dan dijanjikan pekerjaan di sana. Tapi mereka kemudian dibawa ke perairan Indonesia dan harus bekerja siang malam dengan sedikit atau tanpa bayaran sama sekali.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, kasus perbudakan itu dilakukan PT Pusaka Benjina Resources, yang mengoperasikan kapal-kapal asal Thailand. Koordinator Bidang Kemaritiman dari Kementerian Perikanan kini tengah memeriksa kasus perbudakan yang terjadi di Benjina.
Amerika dan Eropa kecam perbudakan nelayan
Menteri Susi Pudjiastuti mengatakan, Amerika Serikat (AS) dan Eropa mengancam akan memboikot produk perikananan Indonesia jika kasus ini tidak segera ditangani. Susi juga pernah menerangkan, kasus perbudakan di Bejina sulit terungkap, sebab kebanyakan korban takut memberi kesaksian.
Amerika Serikat dan Eropa sebelumnya mengecam perbudakan ribuan nelayan dari sejumlah negara di Asia Tenggara itu, dan menyatakan akan menghentikan impor ikan yang berasal dari kerja paksa.
"Kami mengecam keras praktik kerja paksa dalam bentuk apapun, termasuk di sektor perikanan, dan aturan di Amerika Serikat memang melarang impor barang hasil perbudakan," kata pejabat luar negeri Amerika Serikat urusan lingkungan hidup, Catherine A Novelli, di Jakarta hari Kamis (02/04).
hp/vlz (ap)