Kenapa Botswana Ingin Kirimkan 20.000 Gajah ke Jerman?
11 April 2024Sebanyak 20.000 ekor gajah liar ingin "dihadiahkan" Presiden Botswana Mokgweetsi Masisi kepada Jerman, "Supaya mereka bisa hidup dengan satwa liar sebagaimana yang mereka berusaha diktekan kepada kami," kata Masisi dalam sebuah wawancara dengan tabloid Jerman, Bild.
Pengumuman itu dianggap lelucon oleh media-media nasional, yang lantas bergurau tentang lokasi di pelosok mana gajah-gajah tersebut bisa ditampung di Jerman.
Sesaat sebelum mendapat perhatian media, Menteri Lingkungan Hidup Botswana, Dumizweni Mthimkhulu, lebih dulu berbicara dengan koleganya dari Jerman, Steffi Lemke di Berlin. Dikabarkan, salah satu agenda pembahasan adalah rencana larangan atau pembatasan ketat impor satwa liar, misalnya hasil perburuan gajah.
Wisatawan Jerman adalah importir terbesar hasil buruan spesies hewan liar yang dilindungi secara internasional.
Sudah sejak dua tahun lalu Lemke ingin mengurangi impor satwa hasil buruan. Tuntutan itu sejak lama didukung oleh kelompok perlindungan hewan di Eropa. Parlemen Belgia, misalnya, secara aklamasi memutuskan untuk melarang impor hewan buruan dari spesies yang terancam punah pada bulan Januari lalu. Botswana sebabnya giat melobi Perancis dan Inggris untuk tidak menerapkan pembatasan serupa.
Hama gajah di Botswana
Wisata berburu merupakan salah satu sumber pemasukan terbesar bagi kas negara Botswana. Pelancong asing berkocek tebal dari Eropa, terutama Jerman, dan Amerika Serikat berbondong-bondong berburu ke pelosok negeri di selatan Afrika itu, demi menembak mati gajah liar.
Atraksi tersebut mendatangkan dana pembangunan sebesar dua juta Euro atau sekitar Rp. 3 miliar per tahunnya untuk 50 desa di seluruh penjuru negeri.
Namun uang bukan alasan utama bagi Botswana untuk menggenjot bisnis berburu. Botswana menampung sepertiga populasi gajah di Afrika. Namun belakangan, populasi gajah liar mencapai 130.000 ekor yang melampaui daya dukung kehidupan ekosistem lokal. Akibatnya, gajah-gajah liar menjadi hama yang merusak lingkungan.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Presiden Masisi mengatakan, ledakan populasi mencuatkan konflik dengan manusia, yang setiap hari mencatatkan korban luka, terkadang berujung hingga kematian. Rencana Jerman dan Eropa untuk membatasi wisata berburu dinilai melenyapkan salah satu instrumen utama pengendalian populasi gajah, selain mendorong kemiskinan dan perburuan liar.
Di sisi lain, Badan Federal Perlindungan Lingkungan Jerman melaporkan tahun lalu menerima permohonan impor bagi 650 hewan buruan, hanya 26 di antaranya adalah gajah Afrika.
Namibia: "Intervensi neokolonial"
Seorang juru bicara Kementerian Lingkungan Hidup Jerman menegaskan, pemerintah tidak sedang merencanakan pembatasan. "Perdebatannya terjadi di Eropa. Kebijakan nasional tidak direncanakan," kata dia.
Dalam wawancaranya dengan "Bild-Zeitung", Presiden Botswana menetapak syarat kehidupan di alam liar untuk merelokasi gajah ke Jerman. Dan mereka harus dijemput. Masisi mengatakan dia ingin "mencari tahu bagaimana pendapat menteri lingkungan Jerman, Lemke mengenai hal ini.”
Botswana sering mengeluhkan, bagaimana Eropa acap mengabaikan upaya konservasi yang telah dilakukan. Kritik serupa dilayangkan pemerintah negeri jiran Namibia, akhir Februari lalu. Dalam sebuah surat kepada Lemke, pemerintah di Windhoek menuduh rencana pembatasan impor oleh Jerman sebagai bentuk "campur tangan neokolonial," terhadap urusan dalam negeri di Afrika.
Tawaran hadiah dari Botswana dibahas secara luas di media Jerman dan di kalangan pakar konservasi alam, dengan memberikan pengertian terhadap sikap pemerintah di Gaborone.
Organisasi lingkungan hidup WWF mengatakan kepada Westdeutsche Allgemeine Zeitung, WAZ, "diskusi ini menunjukkan betapa besarnya tantangan konservasi alam bagi banyak negara di Afrika dan belahan dunia selatan. Siapa yang menginginkan gajah, singa, macan tutul, dan mamalia besar lainnya dapat bertahan hidup dalam jangka panjang, mereka tidak boleh membiarkan masyarakat lokal berjuang sendirian.”
rzn/as