Kepuasan dan Perfeksionisme - Mengapa Otak Kita Suka Instagram?
Media sosial termasuk Instagram bisa menjadi sumber informasi, tetapi lebih sering menyulut perasaan tidak puas dan kurang bisa bersaing. Tapi mengapa sulit meninggalkan media sosial?
Perfeksionisme semu dan jebakannya
Terutama dalam Instagram, kecenderungan bandingkan diri sendiri dengan orang lain sangat mudah muncul. "Orang lain hidupnya tampak lebih cool - merasa kurang OK di berbagai area sangat mudah," kata Victoria van Violence, seorang influencer. Padahal gambar yang ditampilkan kadang sangat jauh dari kenyataan. Dan itu bukan rahasia lagi. Mengapa sulit tinggalkan Instagram?
Ingin cepat merasakan kepuasan
Menurut Instagram, penggunanya lebih dari 500 juta per hari. Apa yang terjadi di otak jika gunakan Instagram? Dar Meshi, pakar ilmu syaraf dari AS, uji pengguna media sosial dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Jika orang dapat pemberitahuan bahwa postingnya disukai, sistem penghargaan di otak aktif. Sama halnya jika kita diberi makan, minum, uang atau jika terpuaskan kalau ketagihan obat.
Sulitnya menentukan batas
Orang rasakan keuntungan dari media sosial, karena melaluinya bisa berhubungan dengan ratusan atau ribuan orang tanpa perlu keluar rumah. Meshi mengungkap, belum pernah ada orang tua yang kehilangan hak urus anak, karena terlalu lama gunakan media sosial. Tapi ada orang yang susah tidur, susah konsentrasi, bahkan kehilangan pekerjaan karena tidak bisa meninggalkan media sosial untuk waktu lama.
Sehat atau tidak sehat?
Peneliti menduga, pengguna aktif yang juga mendapat jempol dari pengguna lain, lebih merasa senang, daripada pengguna pasif. Dalam hal membandingkan diri dengan orang lain, profesor etika media, Petra Grimm berkata, "Ini masalah, jika setelah membandingkan, orang turunkan nilai dirinya sendiri, atau menetapkan, orang lain lebih hebat." Membandingkan juga persulit pengguna muda menemukan jati diri.
Bagaimana dengan anak-anak?
Petra Grimm melihat kekurangan dalam pendidikan di sekolah. Langkah preventif harus diambil, kata Grimm dan menambahkan, guru-guru harus terangkan strategi bisnis di balik media sosial. Murid juga harus diberikan informasi dan kesempatan refleksi konsekuensi media sosial. Influencer van Violence tekankan, "Jika tidak punya hubungan dengan orang lain di dunia nyata, kita tidak punya apapun."
Orang harus bisa mengatur sendiri penggunaan media sosial
Baik influencer Victoria van Violence, maupun ilmuwan Petra Grimm, dan Dar Meshi tidak menyebut media sosial sesuatu yang sepenuhnya buruk. Mereka menyebutnya kesempatan unik untuk berhubungan dengan orang lain. Tetapi kita bisa dan harus menentukan sendiri, bagaimana mereka gunakan media sosial. Orang yang sebabkan kita sedih tidak perlu diikuti lagi, katanya. (ml/vlz)