Kerajaan di Eropa Di Ambang Pergantian
28 April 2013Setelah lebih dari 30 tahun bertahta, Ratu Beatrix Januari lalu mundur. Bagi banyak warga Belanda dan fan monarki di Eropa, kemunduran itu tidak terlalu mengejutkan. Ibu dan nenek Beatrix pun sudah turun tahta untuk memberi tempat bagi generasi berikutnya.
Di kerajaan lainnya di Eropa, dalam beberapa tahun mendatang atas alasan biologis akan juga terjadi pergantian tahta. Ratu Inggris Elizabeth II, baru berulang tahun ke-87. Putranya Charles sudah menunggu lama dan di usia 64 tahun sudah hampir menjadi kakek. Ratu Denmark Margrethe II berusia 73 tahun, putra mahkota Frederik berumur 44 tahun. Di Norwegia Raja Harald (76) dan penerusnya Haakon 40 tahun. Di Swedia, Raja Carl XVI Gustaf dengan 68 tahun masih tergolong "muda." Putrinya Victoria (35) makin dicintai rakyat dan akan langsung diterima jika menjadi ratu.Di Belgia, Raja Albert II hampir 80 tahun dan putranya Phillipp (53) sudah banyak mengambil alih tugas ayahnya. Di Spanyol monarki berada di bawah tekanan karena terlibat kasus suap. Raja Juan Carlos (75) sakit-sakitan dan dibayangi skandal di luar nikah. Putranya Felipe (45) ingin segera menggantikannya, tapi "raja tidak pernah akan mundur." Setidaknya ini kata Ratu Sophia tentang suaminya, Juan Carlos.
Mundur dari Tahta Cenderung Tidak Mungkin
Tiap raja secara hukum dapat meletakkan jabatan. Kemunduran monarki lainnya seperti di Belanda, "mungkin, tapi kemungkinannya kecil," pendapat peneliti monarki Profesor Rolf-Ulrich Kunze kepada DW. "Itu amat sulit diprediksi, karena selalu tergantung dari konstelasi pribadi, dari situasi keluarga di kerajaan yang hanya sedikit disebabkan proses struktural seperti masalah konstitusi." Belanda, menurut Kunze bukan model untuk misalnya kerajaan Inggris. Sementara di Belanda raja lebih dilihat berfungsi sebagai kepala negara dengan peran politis, dan ratu Inggris cenderung sebagai figur simbol untuk identitas nasional.
"Warga Merasa Senang"
Monarki parlementer di 7 negara Eropa menurut pakar bangsawan Monika Wienfort dari Universitas Brauschweig, amat stabil. "Saya pikir, kebanyakan warga di negara-negara bertatanan monarki sebetulnya senang akan monarkinya. Di Belanda warga menyambut pergantian tahta sebagai pesta rakyat yang besar." Tidak di negara mana pun ada upaya serius untuk menghapus bentuk negara ini. Bahkah pengunduran diri dan pergantian tahta tidak memicu krisis, kalaupun ada protes-protes kecil kelompok republikan. Menurut Prof. Wienfort, kelompok-kelompok ini selalu mencari kesempatan untuk angkat bicara. Mereka sebetulnya tidak punya perspektif untuk mencapai pergantian bentuk monarki." Bentuk kerajaan tetap bertahan di Eropa, di mana tidak terjadi perubahan revolusioner seperti misalnya di Perancis, Italia atau Jerman. Hampir seluruh istana kerajaan sepertinya saling berhubungan dan terutama dengan bangsawan Jerman punya ikatan saudara.
Kerajaan Belanda Oranye-Nassau pada dasarnya keluarga Jerman. Ayah pendiri dinasti ini, Willhelm von Oranien-Nassau, berasal dari Dillenburg yang kini terletak di negara bagian Jerman Hessen. Bangsawan Hessen itu mewarisi kawasan kecil Oranye dan meniti karir bangsawan tinggi. "Sejak lama hubungan dengan Jerman amat erat. Dan itu tetap bertahan dengan jalinan pernikahan." Suami tiga ratu Belanda terakhir berasal dari Jerman. Dari tradisi itu kini muncul raja baru Willem Alexander. Istrinya Maxima adalah "warga biasa" dari Argentina.