Kesepakatan Saudi-Iran Belum Bisa Damaikan Yaman
23 Maret 2023Pekan ini membawa kabar gembira bagi keluarga tawanan perang di Yaman. "Hari ini adalah hari baik,” kata Hans Grundberg, Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Senin (21/2) di Jenewa, Swiss. Dia memastikan, ratusan tawanan akan dipulangkan menyusul perjanjian pertukaran yang dimediasi PBB.
Sebelumnya, Dewan Kepemimpinan Presidensial, yang mewakili pemerintah Yaman dan dibantu Arab Saudi, telah bersepakat memulangkan 706 tawanan Houthi, yang ditanggapi dengan pembebasan 181 serdadu pemerintah oleh pemberontak Syiah tersebut.
Bagi anggota keluarga, kesepakatan itu mengakhiri penantian selama bertahun-tahun.
"Saya menaruh semua harapan pada pertukaran tawanan ini. Saya sedang menunggu suami saya pulang untuk bertemu saya dan empat anak kami,” kata Najat Muhammad, ibu berusia 30 tahun kepada DW.
Sejak suaminya ditawan kelompok pemberontak pada 2018, Najat mengaku harus memulung untuk bertahan hidup. "Saya mengumpulkan dan menjual botol bekas untuk membeli makanan,” kata dia.
Perang proksi di selatan Jazirah Arab
Perang saudara di Yaman meletus pada akhir 2014, ketika pemberontak Houthi merebut ibu kota Sanaa dan menggulingkan pemerintah dengan dukungan Iran.
Setahun kemudian, Saudi menggalang aliansi sembilan negara Arab untuk memulihkan pemerintahan resmi Yaman. Selain mengirimkan senjata dan memberikan pelatihan militer, koalisi bentukan Riyadh juga melancarkan serangan udara bertubi-tubi yang meluluhlantakkan kota-kota dan memicu bencana kemanusiaan.
Akibatnya, 375.000 orang meninggal dunia sejak 2015, lapor PBB. Dalam laporan Human Rights Watch pada 2022 lalu, anak-anak disebutkan mewakili separuh dari 20,7 juta penduduk Yaman yang terancam bencana kemanusiaan.
Perang sempat terhenti pada April 2022 silam. Tapi gencatan senjata demi bantuan kemanusiaan itu berakhir dini pada Bulan Oktober.
Kesepakatan pertukaran tawanan pada pekan ini sebabnya dilihat sebagai dampak dari normalisasi hubungan dipolmatik Iran dan Saudi yang dimediasi Cina.
Damai ada di tangan Houthi
Namun demikian, pakar meragukan kemampuan kedua negara adidaya di kawasan itu untuk mempengaruhi kedua pihak yang bertikai di Yaman. Pertukaran tawanan dianggap tidak mencerminkan realita konflik.
"Kesepakatan ini tidak berkaitan dengan dinamika lokal dan tidak bisa mencegah munculnya pertempuran di antara kelompok-kelompok bersenjata,” kata Cinzia Bianco, dari Dewan Eropa untuk Hubungan Internasional (ECFR).
"Perdamaian Arab Saudi-Iran mengakhiri dimensi regional dari perang di Yaman, tapi ia tidak mengakhiri perang itu sendiri,” imbuhnya.
Saat ini, kelompok Houthi menguasai wilayah barat Yaman, antara Laut Merah dan Teluk Aden, termasuk ibu kota Sanaa.
"Setelah Ramadan, mereka mungkin akan melancarkan operasi di Provinsi Marib atau Shabwah yang kaya minyak,” kata Bianco. Tapi berbeda dengan perkiraannya, Houthi tidak menunggu hingga akhir Ramadan untuk berekspansi.
Menurut laporan AFP, setidaknya 10 serdadu pemerintah di Provinsi Marib tewas ditembak pada Selasa (22/3) malam.
Analis Yaman, Maged al-Madhaji, dari lembaga wadah pemikir, Sanaa Center for Strategic Studies, menilai serangan itu merupakan "pesan politik dari Houthi, bahwa kesepakatan Teheran dan Riyadh tidak berarti pemberontakan berakhir.”
rzn/as