Kesepakatan Sementara IAEA dan Iran Akhiri Kebuntuan Nuklir
22 Februari 2021Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, mewanti-wanti bahwa "solusi sementara” dengan Iran tetap membatasi pengawasan terhadap pengembangan teknologi nuklir yang dikhawatirkan negara barat. Kesepakatan baru itu akan berlaku untuk waktu tiga bulan.
Kunjungan Grossi ke Teheran menandai upaya konkret Amerika Serikat, Uni Eropa dan Iran untuk menyelamatkan Perjanjian Nuklir 2015. Kesepakatan itu nyaris hangus setelah bekas Presiden AS, Donald Trump, mencabut dukungannya dan menjatuhkan sanksi baru terhadap Iran.
Desember silam, parlemen Iran menuntut legislasi baru untuk membekukan sebagian inspeksi IAEA jika AS urung mencabut sanksi pada hari Minggu ini. Teheran mengabarkan kepada IAEA, pihaknya akan menunda pelaksanaan "langkah transparansi sukarela”, yakni kunjungan terhadap situs non-nuklir, termasuk milik militer jika diminta IAEA.
Grossi mengatakan, solusi sementara "memperkecil akses” lembaganya terhadap fasilitas atom Iran. "Tapi kami masih bisa menjalankan tingkat pengawasan dan verifikasi yang krusial.”
"Apa yang kami sepakati adalah sesuatu yang praktis, berguna untuk menjembatani jurang yang kita hadapi saat ini. Perjanjian ini mengurai situasinya,” kata dia usai tiba di Wina.
Kompromi teknis
Di bawah kesepakatan teranyar, Teheran akan "merekam dan menyimpan hasil rekaman piranti pengawasan serta informasi terkait aktivitas nuklirnya selama tiga bulan,” tulis IAEA. "Selama masa ini, IAEA tidak akan bisa mengakses informasi-informasi tersebut.”
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif menegaskan, Undang-undang Iran tidak mengizinkan pemerintah "menyediakan hasil rekaman” kamera pengawas di situs-situs nuklirnya kepada IAEA.
"Jika sanksi dicabut dalam waktu tiga bulan, Iran akan mengirimkan informasi ini kepada IAEA. Jika tidak, informasinya akan dihapus untuk selamanya,” tulis badan PBB itu lagi.
Dia mengatakan pihaknya ingin mencegah "kebuntuan” terkait kelanjutan inspeksi IAEA. Tapi dia juga mewanti-wanti, Iran akan menjauhi komitmennya jika Washington gagal mencabut sanksi.
Sebelum melawan ke Teheran, Direktur IAEA, Grossi, mengatakan dirinya berharap kunjungan ini bisa "menstabilkan situasi yang sudah sangat tidak stabil.”
"Saya kira, kesepakatan teknis ini dibuat agar pembahasan politik di tingkat yang lebih tinggi bisa dilakukan, dan yang paling penting adalah kita menghindari situasi, di mana kita, dalam arti yang praktis, terbang buta.”
Sabtu (20/2), Wakil Menlu Iran, Abbas Araghchi mengatakan inspeksi IAEA akan "dikurangi sebanyak 20 sampa 30 persen,” jika UU Nuklir mulai berlaku pada Selasa (23/2).
Diplomasi nuklir
Presiden baru AS, Joe Biden, mengatakan pemerintahannya berkomitmen kembali ke perundingan terkait Perjanjian Nuklir 2015. Teheran sejauh ini menuntut Washington mengambil langkah pertama, sebelum pihaknya mulai memulihkan program inspeksi.
Namun Menlu Zarif mewanti-wanti, jika sanksinya tidak dicabut, Iran sebaliknya akan menyudahi komitmennya tidak mengembangkan senjata nuklir, seperti yang dijanjikan kepada Dewan Keamanan PBB.
Cadangan "uranium yang telah diperkaya akan meningkat,” kata dia, sembari menegaskan, berdasarkan isi perjanjian, Iran berhak menghentikan inpseksi "secara penuh atau parsial,” jika pihak lain gagal menghormati komitmennya sendiri.
"Kami masih dalam tahap pembatasan parsial,” kata Zarif. "Kami juga bisa total.”
Sementara itu Uni Eropa mengupayakan "pertemuan informal” dengan Iran untuk membuka kanal komunikasi. AS dikabarkan sudah memberikan lampu hijau. Wamenlu Iran, Araghchi, mengatakan pihaknya sedang mempelajari proposal tersebut dengan "sekutu dan teman,” yakni Cina dan Rusia.
rzn/hp (afp, dpa)